tag:blogger.com,1999:blog-55092015429186762802024-03-12T20:21:48.921-07:00hukum, drillingTidak ada orang sukses yang pemalashttp://www.blogger.com/profile/13846412452895436909noreply@blogger.comBlogger10125tag:blogger.com,1999:blog-5509201542918676280.post-17454775922860213632008-12-22T23:48:00.000-08:002008-12-22T23:54:59.164-08:00kesalahan dalam perencanaan bisnisy, December 21, 2008<br />8 Kesalahan dalam membuat Perencanaan Bisnis<br />Posted by Paperless Media at 7:21 PM . Sunday, December 21, 2008<br />Labels: Info Bisnis<br /><br />Anda tertarik dengan sebuah peluang usaha? atau Anda punya rencana bisnis setelah menganalisis peluang usaha 2009? Jika ya, pastikan Anda memiliki perencanaan bisnis (Bisnis plan) yang tepat.<br /><br />Orang bijak bilang "gagal merencanakan artinya Anda sedang merencanakan untuk gagal". Jadi perencanaan bisnis merupakan suatu hal yang penting dalam merencanakan kesuksesan Anda.<br /><br />Sekilas tentang Bisnis Plan (Perencanaan Bisnis)<br /><br />Bisnis Plan merupakan suatu deskripsi tertulis tentang masa depan sebuah bisnis. Umumnya mencakup 3 hal utama, yaitu konsep bisnis, market/pasar, dan finansial.<br /><br />Perencanaan bisnis ini biasanya digunakan untuk wirausahawan menjelaskan bagaimana visi dan misi bisnis yang akan dijalankan sehingga calon investor dapat melihat, menganalisis dan mengambil keputusan akan kelayakan bisnis tersebut.<br /><br />Kesalahan-kesalahan Umum dalam Membuat Perencanaan Bisnis (Bisnis Plan)<br />Membuat perencanaan bisnis merupakan suatu pekerjaan yang gampang-gampang susah. Berikut kesalahan-kesalahan umum dalam membuat perencanaan bisnis<br /><br />1. Menunda Pembuatan Rencana Bisnis<br />Kebanyakan pemilik bisnis membuat rencana bisnis hanya ketika mereka tidak punya pilihan lain. Kecuali jika bank atau investor meminta suatu rencana bisnis, maka tidak pernah ada rencana dalam bisnis mereka.<br />Jadi, sebaiknya dalam menulis rencana bisnis tidak menunggu jika ada waktu yang cukup. Semakin Anda sibuk, maka Anda semakin butuh rencana.<br /><br />2. Hal-hal Non Formil dalam Arus Kas.<br />Kebanyakan orang-orang memikirkan laba daripada uang tunai. Saat Anda membayangkan suatu bisnis baru, Anda berpikir tentang biaya pembuatan produk, bagaimana Anda bisa menjualnya dan berapa laba per unit yang akan diperoleh.<br /><br />Kita dilatih untuk berpikir bahwa bisnis adalah penjualan dikurangi biaya sama dengan laba. Sayangnya, kita tidak membelanjakan laba dalam suatu bisnis. Kita membelanjakan uang tunai. Maka pemahaman tentang arus kas adalah amat penting. Jika Anda hanya akan mempunyai satu tabel dalam perencanaan bisnis Anda, pastikan itu adalah proyeksi arus kas.<br /><br />3. Gagasan yang terlalu tinggi<br />Jangan menaksir terlalu tinggi pada pentingnya ide. Anda tidak memerlukan suatu ide besar untuk memulai bisnis. Anda memerlukan waktu, uang, ketekunan dan akal sehat. Hanya sedikit bisnis sukses yang didasarkan seluruhnya pada ide baru.<br /><br />Suatu ide baru lebih sulit untuk dijual dibanding ide yang telah ada, sebab orang-orang tidak memahami ide baru itu dan mereka sering tak percaya jika ide tersebut dapat dilakukan.<br />Rencana tidak menjual ide bisnis baru ke investor. Investor menanamkan modal, bukan gagasan. Rencana walaupun diperlukan, hanyalah suatu cara untuk menyajikan informasi.<br /><br /><br /><br /><br />4. Ketakutan dan Kengerian<br />Membuat suatu perencaan bisnis tidaklah sesulit yang Anda pikirkan. Ada beberapa buku bagus untuk membantu, mencari mentor, ikut seminar, sekolah bisnis, ikut komunitas bisnis adalah cara-cara lain untuk memperoleh tambahan ilmu dalam membantu penyusunan rencana bisnis.<br /><br />5. Penentuan Tujuan yang tidak jelas<br />Tinggalkan kata-kata bisnis yang samar dan tidak berarti (misalnya 'menjadi yang terbaik'). Yang perlu diperhatikan adalah bahwa sasaran suatu rencana adalah hasilnya, dan untuk mendapatkan hasil Anda memerlukan usaha yang berkelanjutan (terus menerus) dan spesifik.<br /><br />Pastikan Anda menyusun perencanaan yang spesifik, misalnya waktu, anggaran, tujuan, dan manajemen. Tak peduli sebaik apapun Anda mempresentasikannya, tak akan berarti apapun kecuali hal tersebut memberikan hasil.<br /><br />6. Tidak fokus<br />Buatlah rencana Anda sesuai dengan maksud dan tujuan dari bisnis yang ingin Anda jalankan. Rencana bisnis dapat bermacam-macam, terkadang hanya berisi rencana menjual suatu ide bisnis baru, rencana keuangan, rencana pemasaran, dan lain-lain.<br /><br />Perencanaan yang fokus akan membantu berjalannya bisnis Anda dengan baik.<br /><br />7. Prioritas yang Lemah<br />Ingat, fokus merupakan suatu strategi dan kekuatan bisnis. Buatlah prioritas dalam bisnis Anda, buatlah list apa-apa yang menjadi prioritas dan hal yang harus Anda lakukan dalam bisnis Anda. Sesuaikan dengan tujuan yang ingin Anda capai.<br /><br />Saran : jangan membuat list prioritas yang terlalu banyak. List yang terlalu banyak akan memperkecil tingkat kepentingan masing-masing yang Anda list tadi.<br /><br />8. Membuat Proyeksi yang kurang tepat<br />Pertumbuhan awal usaha, umumnya berjalan sangat pelan. Jadi dalam menyusun rencana finansial dimana akan berhubungan dengan rencana penjualan, Anda sebaiknya memproyeksikannya secara natural, tidak terlalu berlebihan namun tidak terlalu rendah. Proyeksi berlebihan akan berakibat pada kendurnya percaya diri bila hal tersebut gagal atau tidak sesuai, sebaliknya proyeksi yang terlalu rendah akan mengakibatkan bertambahnya rasa pesimis.<br /><br />Demikianlah kesalahan-kesalahan umum dalam membuat perencanaan bisnis.Tidak ada orang sukses yang pemalashttp://www.blogger.com/profile/13846412452895436909noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5509201542918676280.post-31951842752934627172008-12-22T08:33:00.000-08:002008-12-22T08:34:52.377-08:00Kapan Perjanjian Kawin Dibuat7. KAPANKAH PERJANJIAN PERKAWINAN<br />DAPAT DIBUAT ?<br />A. PENDAHULUAN<br />Dalam kehidupan perkawinan pengaturan harta perkawinan tidak begitu mendapat perhatian oleh pasangan suami-isteri, bahkan menganggapnya sesuatu yang dapat mencederai mahligai perkawinan yang bersangkutan, jika harta perkawinan diatur secara tertulis1 dalam bentuk Perjanjian Perkawinan2. Harta perkawinan menjadi persoalan jika mereka bercerai. Artinya ketika akan bercerai atau setelah bercerai, mulai dipikirkan dan ditentukan bagaimana harta perkawinan akan diatur, padahal sebenarnya pengetahuan pengaturan mengenai harta perkawinan perlu diketahui oleh mereka yang akan menikah atau mereka yang telah menikah, bukan diketahui dan diperlukan ketika akan bercerai. Dalam kaitan ini G.W. Patton menyebutkan In marriage, so long as love persist, there is little need of law to rule the relation between husband and wife – but the solicitor comes in through the door as love flies out of the window3.<br />Sejak berlakunya Undang-undang nomor 1 Tahun 1974 tentang<br />1 Bagi masyarakat Indonesia tidak begitu familiar untuk mengatur harta masing-masing (calon suami-isteri) dalam sebuah Perjanjian Perkawinan, hal tersebut dapat dimengerti karena lembaga Perkawinan merupakan sesuatu yang sakral yang tidak hanya menyangkut aspek hukum saja tapi juga menyangkut aspek religius, sehingga membuat perjanjian seperti itu dianggap dapat menodai kesakralan perkawinan. Tapi meskipun demikian UUP telah memberikan peluang bagi mereka yang mau mengaturnya.<br />2 -Perjanjian Perkawinan adalah perjanjian yang dibuat oleh (calon) suami – isteri untuk mengatur akibat-akibat perkawinan mengenai harta kekayaan yang diperoleh selama perkawinan.<br />-Dalam KUHPerdata diketahui adanya 2 (dua bentuk) Perjanjian Perkawinan, yaitu : (1). Persatuan untung rugi (gemeenschap van winst en verlies) dan (2). Persatuan hasil dan pemasukan (gemeenschap van vruchten en inkomsten).<br />3 G.W. Patton, A Texbook of Jurisprudence, Oxford at the Clarendon Press, Second Edition, 1951, hal. 53. - 145 -<br />Perkawinan (UUP), maka di negara kita telah terjadi unifikasi4 dalam bidang Hukum Perkawinan, kecuali sepanjang yang belum/tidak diatur dalam undang-undang tersebut, maka peraturan lama dapat dipergunakan (Pasal 66 UU nomor 1/1974).<br />Meskipun undang-undang tersebut mengatur tentang Perkawinan, tapi jika lebih jauh substansinya tidak melulu mengenai Perkawinan tapi juga mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Perkawinan atau segala akibat hukum yang berkaitan dengan sebuah Perkawinan, bahkan lebih tepat dapat dikategorikan sebagai Hukum Keluarga5.<br />Perkawinan menurut UUP tersebut tidak hanya memandang Perkawinan dari segi hubungan keperdataan saja, tapi juga memberikan legalitas dari segi agama dan kepercayaan masing-masing calon suami isteri (Pasal 2 ayat 1 UUP).<br />Adanya legalitas Perkawinan dari segi agama dan hukum administrasi (pencatatan di instansi yang berwenang, Pasal 2 ayat 1 UUP) harus dibaca dalam satu tarikan nafas, artinya sah menurut hukum agama dan sah menurut hukum<br />4 -Menurut Hazairin Undang-undang Perkawinan ini sebagai suatu unifikasi yang unik dengan menghormati secara penuh adanya variasi berdasarkan agama dan kepercayaan yang ber "Ketuhanan Yang Maha Esa". Hazairin dalam K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, hal. 3.<br />-Menurut R. Soetojo Prawirohamidjoyo, bahwa Undang-undang nomor 1/1974 tersebut belum mencerminkan cita-cita unifikasi hukum nasional dalam bidang Perkawinan karena Undang-undang tersebut berdasarkan Pasal 66 masih memberlakukan ketentuan-ketentuan lama tentang Perkawinan sepanjang belum atau tidak diatur dalam Undang-undang Perkawinan". R. Prawirohamidjoyo, Pluralisme Dalam Perundang-undangan Perkawinan Di Indonesia, Airlangga University Press, Surabaya, 1994.<br />-Menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 2000-2004, bahwa Undang-undang Perkawinan merupakan salah satu undang-undang yang akan disempurnakan yang harus diselesaikan maksimal tahun 2004, tapi ternyata sampai dengan tahun 2006 hal tersebut belum dapat diselesaikan.<br />5 J. Satrio, Hukum Harta Perkawinan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991. hal. 4.<br />- 146 -<br />negara pada saat yang serempak. Tapi dalam praktek hal tersebut dapat terjadi tidak pada saat yang bersamaan, artinya ada tenggang waktu yang lama antara perkawinan yang telah dilangsungkan menurut hukum agama dan kepercayaan dengan pencatatan atau dicatat pada instansi yang berwenang. Atau dalam kalimat yang lain, misalnya jika ternyata menurut agama dan kepercayaannya mereka telah kawin dua tahun yang lalu kemudian dicatatkan pada instansi yang berwenang setelah dua tahun perkawinan berjalan.<br />Secara sepintas hal tersebut tidak menjadi masalah yang rumit, bahkan dianggap suatu hal yang biasa dalam masyarakat kita. Tapi hal tersebut akan menjadi masalah dari segi hukum, jika setelah mereka kawin (dan sesuai Pasal 2 ayat 1 UUP) ternyata mereka berkeinginan untuk membuat Perjanjian Perkawinan .<br />Dari kejadian tersebut timbul pertanyaan dapatkah pasangan tersebut membuat Perjanjian Perkawinan dan kemudian dicatatkan pada instansi yang berwenang dengan alasan perkawinan belum dicatatkan berdasarkan Pasal 2 ayat 2 UUP ?.<br />B. PENGATURAN PERJANJIAN PERKAWINAN MENURUT KUHPERDATA DAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN.<br />Menurut Pasal 147 KUHPerdata bahwa Perjanjian Perkawinan harus dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan dan perjanjian tersebut harus dibuat di hadapan Notaris, jika tidak dilakukan di hadapan Notaris, maka perjanjian tersebut batal Dan menurut Pasal 149 KUHPerdata bahwa setelah Perkawinan berlangsung dengan cara bagaimanapun Perjanjian Perkawinan tidak boleh diubah.. Berdasarkan subtansi Pasal 147 KUHPerdata tersebut di atas sudah jelas bahwa Perjanjian Perkawinan dibuat pada waktu sebelum atau sesaat sebelum perkawinan dilangsungkan dengan lain kata Perjanjian Perkawinan tidak dapat dibuat setelah perkawinan berlangsung.<br />Sedangkan Perjanjian Perkawinan dalam UUP diatur pada saat Pasal 29<br />- 147 -<br />ayat 1 yang menegaskan bahwa perjanjian dibuat pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan. Dari kalimat tersebut timbul permasalahan pada waktu atau sebelum perkawinan Perjanjian Perkawinan dapat dibuat dan disahkan..<br />Sebagaimana terurai di atas, jika sebuah perkawinan telah dilaksanakan sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) UUP, tetapi belum ada tindak lanjut berdasarkan Pasal 2 ayat (2) UUR.Dapatkah suami-isteri yang telah lama kawin berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UUP tersebut membuat Perjanjian Perkawinan dan dicatatkan di instansi yang berwenang dengan alasan perkawinan tersebut perkawinan belum dicatatkan berdasarkan Pasal 2 ayat (2) UUP ?.<br />Hal seperti dapat muncul dalam praktek, karena substansi Pasal 2 ayat (1 dan 2) jo Pasal 29 UUP yang memungkinkan kejadian seperti terurai di atas timbul..<br />Terhadap Permasalahan tersebut ada 2 (dua) kemungkinan jawaban, yaitu :<br />1. Bahwa suami-isteri tersebut tidak dapat Perjanjian Perkawinan, karena Perkawinan mereka telah berlangsung dan juga perkawinannya telah sah berdasarkan Pasal 2 ayat (l)UUP, sedangkan pencatatan hanya tindakan administrasi saja (Pasal 2 ayat 2 UUP).<br />2. Bahwa suami-isteri tersebut masih dapat membuat Perjanjian Perkawinan dan dicatatkan (disahkan) pada instansi yang berwenang, dengan asumsi bahwa sahnya perkawinan menurut Pasal 2 ayat 1 dan 2 dilakukan secara bersamaan (tidak ada tenggang waktu yang lama). Oleh karena perkawinan baru dilakukan berdasarkan Pasal 2 ayat 1 UUP saja maka secara formal perkawinan belum sempurna (belum dipenuhi), sehingga dengan demikian mereka dapat membuat Perjanjian Perkawinan.<br />Terhadap jawaban yang pertama dapat diberikan penjelasan, oleh karena kita mengganggap perkawinan telah sah menurut agama dan kepercayaannya, dan perkawinan telah berlangsung lama, maka apapun alasannya (pencatatan<br />- 148 -<br />hanya tindakan administratif saja), maka Perjanjian Perkawinan tidak dapat dibuat dan tidak dapat dicatatkan pada instansi yang berwenang.<br />Terhadap pertanyaan yang kedua, jika kita mengasumsikan bahwa Perkawinan telah sah secara substansi, tapi secara segi formal belum dicatatkan, maka Perjanjian Perkawinan dapat dibuat dan disahkan/dicatatkan, hal tersebut sesuai dengan isi Pasal 29 UUP bahwa Perjanjian Perkawinan dicatat/disahkan pada saat perkawinan dicatat/disahkan di instansi yang berwenang.<br />C. DAPATKAH MEREKA YANG TELAH MELANGSUNGKAN PERKAWINAN SESUAI DENGAN PASAL PASAL 2 AYAT (1 DAN 2) UUP MEMBUAT PERJANJIAN PERKAWINAN ?<br />Menilik Pasal 147 KUHPerdata dan Pasal 20 UUP telah menegaskan bahwa Perjanjian Perkawinan hanya dapat dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan atau dengan kata lain tidak diperbolehkan membuat Perjanjian Perkawinan setelah perkawinan dilangsungkan. Jika kejadian seperti itu datang kepada kita sebagi Notaris, sudah pasti kita akan menolak dengan alasan berdasarkan kedua pasal tersebut di atas.<br />Dengan tetap berpegang kepada substansi kedua pasal tersebut, sampai kapanpun, kita akan tetap menolaknya, tapi dilain sisi dapatkah Notaris membuat terobosan bahwa Perjanjian Perkawinan dapat dibuat setelah perkawinan berlangsung ?.<br />Hal tersebut terkait dengan fungsi Notaris di era sekarang ini, yang bukan hanya mencatat dan membuat akta dari para pihak saja, tapi juga setidaknya dapat member ikanjalan keluar ataupun "penemuan hukum" atas suatu permasalahan hukum melakukan "ijtihad" atau bisajuga Notaris harus menjadi agen perubahan dalam bidang hukum (change agent of law).<br />Oleh karena itu, meskipun kedua pasal tersebut melarangnya, tapi untuk mengikuti perkembangan yang ada, maka dapat saja kita membuat Perjanjian Perkawinan bagi/untuk mereka yang telah melangsungkan perkawinan sesuai dengan Pasal 2 ayat (1 dan 2) UUP.<br />- 149 -<br />Hal itu dapat dilakukan setelah para pihak (suami-isteri) terlebih dahulu mengajukan permohonan ke pengadilan negeri setempat agar diizinkan untuk membuat Perjanjian Perkawinan, setelah izin tersebut diperoleh kemudian harus diumumkan pada surat kabar yang beredar secara nasional minimal selama 1 (satu) minggu secara berturut-turut, dan j ika tidak ada klaim dari pihak ketiga, maka dengan bukti-bukti tersebut para pihak dapat datang ke Notaris untuk membuat Perjanjian Perkawinan. Kemudian akta Perjanjian Perkawinan tersebut dicatatkan di instansi yang bersangkutan.<br />D. PENUTUP<br />Dalam kehidupan zaman milenium ini, banyak terjadi ketika wanita dan laki-laki sebelum menikah telah mempunyai pekerjaan atau punya penghasilan sendiri. Dalam Perjalanan karirnya ternyata mereka meraih sukses, sehingga baik isteri maupun suami dapat membeli harta benda sendiri-sendiri dan atas nama sendiri, dan mereka ingin hasil jerih payahnya tidak ingin "direcoki" oleh orang lain, namun biaya rumah tangga ditanggung secara bersama-sama.<br />Dalam praktek jarang calon pasangan suami-isteri ketika mau menikah dengan kondisi seperti tersebut di atas untuk sepakat membuat Perjanjian Perkawinan. Pengaturan harta yang diperoleh masing-masing pihak sebelum perkawinan atau yang akan diperoleh selama perkawinan belum "familiar" bagi masyarakat Indonesia dengan kata lain belum "living law". Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan mereka untuk membuat Perjanjian Perkawinan sebagai upaya untuk menjaga dan menghargai "hasil keringat masing-masing", Saya pikir hal seperti jika dilihat dari perpektif "gender" dan "Hak Asasi Manusia" dapat diterima.<br />----------------------<br />- 150 -<br />DAFTAR BACAAN.<br />G.W. Patton, A Texbook of Jurisprudence, Oxford at the Clarendon Press, Second Edition, 1951.<br />J. Satrio, Hukum Harta Perkawinan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991.<br />K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982<br />R. Prawirohamidjoyo, Pluralisme Dalam Perundang-undangan Perkawinan Di Indonesia, Airlangga University Press, Surabaya, 1994.<br />-----------------------<br />- 151 -Tidak ada orang sukses yang pemalashttp://www.blogger.com/profile/13846412452895436909noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5509201542918676280.post-49928805393787069452008-12-22T08:31:00.000-08:002008-12-22T08:33:23.744-08:00Contoh Draft FirmaPENDIRIAN <br />“FIRMA KARTIKA”<br />Nomor : 10<br /><br />Pada hari ini Rabu, tanggal lima belas oktober 2008 ( 15-10-2008), telah menghadap dihadapan saya, INTAN TRI NIRMALA SARI, Sarjana Hukum, Notaris di Jakarta, dengan dihadiri oleh saksi-saksi yang saya , Notaris kenal dan akan disebut pada bagian akhir akta ini :………………………………………………………………………………<br />1. Tuan RACHMAD NUR HIDAYAT, Warga Negara Indonesia, lahir di Jakarta pada tanggal Enam Maret seribu sembilan ratus tujuhpulih delapan (06-03-1978), swasta, bertempat tinggal Jakarta Barat, jalan Duri Kepa nomer 7, Rukun Tetenggal 02, Rukun warga 01, Kecamatan Gading Cempaka, Kelurahan kebun tebeng, Jakarta, Pemegang Kartu tanggal Penduduk Nomor 35.87956 010004187684678 ……………………………………………………………………………………..<br />2. Tuan ANANDA NAUFAL FADHIL HIDAYAT, Warga Negara Indonesia, lahir di Boyolali pada tanggal satu Februari seribu sembilan ratus delapan puluh (01-02-1980), swasta bertempat tinggal di Jakarta, Jalan Raya Kramat Jati Nomor 75, Kecamatan Batu Ampar, Kelurahan Batu Ampar, Kramat Jati, Jakarta Timur, pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor 541 1234 534564376868……………………………………………………………….<br />3. Nona KARTIKA ANDINI, Sarjana Ekonomi, Warga Negara Indonesia, lahir di Solo pada tanggal delapan Mei seribu sembilan ratus delapan puluh (8-5-1980), swasta, bertempat tinggal di Bekasi, Jl. Raya Bekasi X Nomor 35, Rukun Tetangga 12, Rukun Warga 01, Kecamatan Cilincing, Kelurahan Bekasi Timur, Bekasi, pemegang Kartu Tanda Penduduk Nomor 234. 4567543576543……………………………………………………………………<br />Penghadap yang telah dikenal oleh Notaris, dalam tindakannya tersebut di atas, menerangkan dengan ini mendirikan sebuah perseroan tidak terbatas di bawah firma dengan anggaranh dasar dan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :<br /><br />………………………………………Pasal 1………………………………………………<br />1. Perseroan ini bernama “ FIRMA KARTIKA”, berkedudukan di jalan Meruya nomer 26, Kecamatan Meruya, Jakarta Selatan, dengan cabang dan / atau perwakilan-perwakilan di tempat-tempat lain yang di pandang perlu oleh persero……………………………………………………………………………..<br />…………………………………..Pasal 2………………………………………………<br />Maksud Perseroan ini adalah…………………………………………………………..<br />a. membuka toko penyedia alat-alat kedokteran umum;……………………………<br />b. membuka took penyedia alat-alat kedoteran gigi;………………………………..<br />c. perdagangan umum(local, ekspor, impor), baik untuk tanggungan sendiri maupun atas perhitungan pihak (orang) lain secara komisi (bertindak sebagai :komisioner, agen/perwakilan, grosir dan distributor/ penyalur )……………………………….<br />………………………………….Pasal 3……………………………………………..<br />Perseroaan ini mulai berdiri dan dianggap telah berjalan pada tanggal lima Agustus dua ribu enam (5-8-2006) untuk waktu yang tidak ditentukan…………………………<br />………………………………….Pasal 4………………………………………………<br />1. Modal perseroan tidak ditentukan besarnya dan sewaktu-waktu akan ternyata dalam buku-bukunya, dari buku-buku mana ternyata pula jumlah bagian masing-masing persero dalam modal perseroan ……………………………………………<br />2. Pada permulaan perseroan ini telah dimasukkan di dalam perseroan oleh para persero sebagai pemasukan ( inbreng) masing-masing uang tunai dan / atau benda yang besarnya dapat di lihat dalam buku-buku perseroan.<br />3. Tiap-tiap pemasukan yang dilakukan oleh pesero akan diberikan suatu tanda pembayaran yang sah sebagai tanda bukti yang ditanda tangani oleh pesero pengurus…………………………………………………………………………….<br />4. Selain uang dan / atau benda yang ternyata dalam buku persero tersebut, pesero-pesero itu juga akan mencurahkan tenaga, pikiran dan keahliannya untuk kepentingan pesero………………………………………………………………….<br />…………………………………..Pasal 6………………………………………………<br />Pembagian tugas dan kewajiban para persero dalam jabatan mereka masing-masing akan diatur dan ditetapkan oleh dan atas persetujuan bersama para persero…………...<br />…………………………………….Pasal 7…………………………………………….<br />1. para pesero berhak untuk sewaktu-waktu keluar dari perseroan, asalkan kehendak itu paling sedikit tiga bulan sebelumnya diberitahukan dengan surat kepada semua kawan peseronya, dengan ketentuan bahwa apabila yang keluar itu pesero pengurus, maka ia wajib lebih dahulu membereskan dan menyelesaikan semua laporan tentang keuangan dan hal-hal lain yang menyangkut peseroan…………………………………<br />2. Dalam hal demikian maka para pesero yang tidak keluar berhak sepenuhnya untuk melanjutkan usaha-usaha peseroan dengan tetap memakai nama perseroan...<br /> ----------------------------------------------------------------Pasal 8 ----------------------------------------------------------------bagian pesero yang keluar atau yang di angggap keluar dari perseroan akan di bayarkan dengan uang tunai kepada yang berhak menerimanya, yaitu sejumlah bagiannya dalam perseroan menurut neraca dan perhitungan laba rugi terakhir atau yang di buat pada waktu keluar atau dan dianggap keluarnya pesero yang bersangkutan dalam waktu tiga bulan tanpa bunga.----------------------------------------------------------------------------------------------------Pasal 9---------------------------------------------<br />1. Apabila seorang pesero meninggal dunia, peseroan tidak harus di bubarkan, ------ tetapi pesero-pesero yang masih ada bersama-sama dengan ahli waris dari pesero yang meniggal dunia itu berhak untuk melanjutkan usaha-usaha perseroan----------<br />2. Hanya saja para ahli waris tersebut harus diwakili oleh salah seorang diantara ----- mereka sendiri atau oleh orang lain didalam segala hal yang mengenai urusan ---- perseroan---------------------------------------------------------------------------------------<br />----------------------------------------------Pasal 10----------------------------------------------------<br />Apabila seorang pesero dinyatakan pailit, diperkenankan menunda pembayaran utang-utangnya atau dinyatakan di bawah pengampuan, maka pesero yang bersangkutan di -----anggap keluar dari perseroaan sehari sebelum peristiwa itu terjadi------------------------------------------------------------------------------Pasal 11-------------------------------------------------1. Para pesero tidak diperkenankan untuk mengalihkan atau meninggalkan hak dan atau dengan cara bagaimanpun juga membebani bagian mereka dalamperseroan baik ----------seluruhnya atau sebagian, kecuali dengan persetujuan para pesero lainnya.------------------2. Perjanjian-perjanjian yang bertentangan dengan pasal ini tidak berlaku terhadap-------- perseroan-----------------------------------------------------------------------------------------------<br />------------------------------------------------------------Pasal 12---------------------------------------1. Tiap-tiap tahun akhir bulan desember buku-buku perseroan harus di tutup dan dalam waktu selambat-lambatnya pada akhir bulan maret tahun berikutnya harus sudah dibuat neraca dan dibuat neraca dan perhitungan laba-rugi perseroan------------------------------------2. Neraca dan perhitungan rugi laba tesebut, demikian pula surat-surat laporan tahunan perseroan, harus di simpan di kantor perseroan demikian rupa--------------------------------<br />-------------------------------------------Pasal 13-------------------------------------------------------1. Keuntungan yang diperoleh dari perseroan ini setelah dikurangi dengabiaya-biaya ----lansung lainnya dari dan menurut persetujuan semua pesero dalam perseroan akan --------dibagikan kepada/antara pesero masing-masing menurut perbandingan dalam modal ------perseroan------------------------------------------------------------------------------------------------2. Pembagian keuntungan akan dilakukan dalam waktu satu bulan setelah neraca dan perhitungan laba rugi yang dimaksudkan dalam pasal 12 itu disahkan. ----------------------<br />------------------------------------------------Pasal 14-------------------------------------------------<br />Kerugian-kerugian yang mungkin diderita oleh perseroan akan di tanggung bersama oleh semua pesero yang besarnya sesuai dengan perhitungan dalam pembagian keuntungan----<br />-------------------------------------------------Pasal 15------------------------------------------------<br />Apabila dianggap perlu oleh para pesero, sebelum atau pada waktu keuntungan itu di bagikan kepada/antara para pesero, sebagian dari keuntungan dapat dipisahkan untuk cadangan yang besarnya akan ditetapkan oleh dan atas persetujuan semua pesero, dimana dana cadangan itu dipergunakan untuk menutupi kerugian peseroan dan dapat pula digunakan sebagai modal pembantu-----------------------------------------------------------------------------------------------------------Pasal 16-------------------------------------------------------<br />Hal-hal yang tidak atau kurang diatur dalam anggaran dasar perseroan menurut akta ini akan di atur dan ditetapkan oleh para pesero secara bersama-sama-------------------------------------------------------------------------Pasal 17-----------------------------------------------------<br />Pihak-pihak telah memilih tempat tinggal kediaman yang umum dan tetap tentang segala hal yang timbul sebagai akibat akta ini di kantor Panitera Pengadilan Negeri di Jambi---<br />-------------------------------DEMIKIANLAH AKTA INI-----------------------------------------<br />Dibuat sebagai minuta dan dilangsungkan di Jambi pada hari, tanggal seperti di sebutkan pada bagian awal akta ini dengan di hadiri oleh Bagas Prabawa dan Rian Faletehan, ------keduanya pegawai kantor Notaris, dan bertempat tinggal berturut-turut di Jambi, sebagai saksi-saksi----------------------------------------------------------------------------------------------<br />Segera, setelah akta ini dibacakan oleh saya, Notaris, kepada para penghadap dan saksi-saksi, maka ditandatanganilah akta ini oleh para penghadap tersebut, saksi-saksi dan saya, Notaris. ------------------------------------------------------------------------------------------------<br />Dibuat tanpa ada tambahan dan pembetulan-------------------------------------------------Tidak ada orang sukses yang pemalashttp://www.blogger.com/profile/13846412452895436909noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5509201542918676280.post-53508929433003906482008-12-22T08:29:00.000-08:002008-12-22T08:30:53.026-08:00Pencegahan Dan Pembatalan PerkawinanPencegahan Perkawinan<br /> <br />1. Tujuan<br />Untuk menghindari suatu perkawinan yang dilarang oleh hukum Islam dan peraturan perundang-undangan<br /><br />2. Syarat<br />a. Apabila calon suami atau isteri tidak memenuhi syarat-syarat hukum Islam dan perundang-undangan.<br />b. Apabila calon mempelai tidak sekufu karena perbedaan agama<br /><br />3. Pihak yang dapat melakukan pencegahan<br />a. Keluarga garis lurus ke atas dan ke bawah.<br />b. Saudara.<br />c. Wali nikah.<br />d. Wali pengampu.<br />e. Suami atau isteri (lain) yang masih terikat perkawinan dengan calon suami atau isteri tersebut.<br />f. Pejabat pengawas perkawinan.<br /><br />4. Prosedur pencegahan.<br />a. Pemberitahuan kepada PPN setempat.<br />b. Mengajukan permohonan pencegahan ke Pengadilan Agama setempat.<br />c. PPN memberitahukan hal tersebut kepada calon mempelai.<br /><br />1. Akibat hukum: perkawinan tidak dapat dilangsungkan, selama belum ada pencabutan pencegahan perkawinan.<br /><br />2. Cara pencabutan dengan menarik kembali permohonan pencegahan perkawinan pada Pengadilan Agama oleh yang mencegah dan dengan putusan Pengadilan Agama.<br /><br />3. PPN tidak boleh melangsungkan atau membantu melangsungkan perkawinan walaupun tidak ada pencegahan perkawinan, jika ia mengetahui adanya pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 7 ayat (1), Pasal 8, 9,10 atau 12 UUP.<br /><br />? Penolakan Perkawinan<br />a. Penolakan dilakukan oleh PPN, apabila PPN berpendapat bahwa terhadap perkawinan tersebut terdapat larangan menurut UUP.<br />b. Acara :<br />1) Atas permintaan calon mempelai, PPN mengeluarkan surat keterangan tertulis tentang penolakan tersebut disertai dengan alasannya.<br />2) Calon mempelai tersebut berhak mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama (wilayah PPN tersebut) dengan menyerahkan surat keterangan penolakan tersebut untuk memberikan.<br />3) Pengadilan Agama akan memeriksa perkaranya dengan acara singkat dan akan memberikan ketetapan berupa : menguatkan penolakan tersebut atau memerintahkan perkawinan tersebut dilangsungkan.<br /><br />B. Pembatalan Perkawinan<br /> <br />Ketentuan Pasal 22 UUP menyatakan bahwa: ?Perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan? Dalam Penjelasan Pasal 22 disebutkan bahwa pengertian ?dapat? pada pasal ini diartikan bisa batal atau bisa tidak batal, bilamana menurut ketentuan hukum agamanya masing-masing tidak menentukan lain. Dengan demikian, jenis perkawinan di atas dapat bermakna batal demi hukum dan bisa dibatalkan.<br />Lebih lanjut menurut Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 3 Tahun 1975 ditentukan bahwa ?Apabila pernikahan telah berlangsung kemudian ternyata terdapat larangan menurut hukum munakahat atau peraturan perundang-undanagan tentang perkawinan, maka Pengadilan Agama dapat membatalkan pernikahan tersebut atas permohonan pihak-pihak yang berkepentingan?.<br /> <br />1. Perkawinan dapat dibatalkan (Pasal 71 - 76 KHI), apabila:<br />a) Suami melakukan poligami tanpa ijin dari Pengadilan Agama.<br />b) Perempuan yang dinikahi ternyata masih menjadi isteri pria lain yang mafqud.<br />c) Perempuan yang dinikahi ternyata masih dalam masa iddah dari suami lain.<br />d) Perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan.<br />e) Perkawinan yang dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak..<br />f) Perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan.<br /><br />2. Perkawinan batal (Pasal 70) apabila:<br />a) Seorang suami melakukan poligami padahal dia sudah mempunyai 4 orang isteri, sekalipun salah satu dari keempat isteri tersebut sedang dalam iddah talak raj?i.<br />b) Menikahi kembali bekas isteri yang telah di li ?an.<br />c) Menikahi bekas isterinya yang telah ditalak tiga kali (kecuali ?).<br />d) Perkawinan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah, semenda dan susuan.<br />e) Isteri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dari isterinya.<br /><br />3. Pembatalan perkawinan karena adanya ancaman, pempuan atau salah sangka. Suami atau isteri dapat mengajukan pembatalan perkawinan apabila:<br />a) Perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hukum.<br />b) Pada waktu dilangsungkan perkawinan terjadi penipuan atau salah sangka mengenai diri suami atau isterinya.<br />c) Bila ancaman telah terhenti atau yang bersalah sangka menyadari keadaannya, dan dalam waktu 6 bulan setelah itu tetap hidup sebagai suami isteri dan tidak menggunakan haknya, maka haknya menjadi gugur.<br /><br />4. Pihak yang dapat mengajukan pembatalan:<br />a) Pihak keluarga suami atau isteri dalam garis lurus ke atas dan ke bawah.<br />b) Suami atau isteri<br />c) Pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanaan perkawinan.<br />d) Para pihak yang berkepentingan yang mengetahui adanya cacad pada rukun dan syarat perkawinan menurut hukum.<br /><br />5. Acara pembatalan perkawinan<br />Permohonan pembatalan diajukan ke Pengadilan Agama dimana suami atau isteri bertempat tinggal atau di tempat perkawinan dilangsungkan.<br /><br />6. Akibat hukum<br />a) Pembatalan perkawinan berarti adanya putusan pengadilan yang menyatakan bahwa perkawinan yang dilaksanakan adalah tidak sah. Akibat hukum dari pembatalan tersebut adalah bahwa perkawinan tersebut menjadi putus dan bagi para pihak yang dibatalkan perkawinannya kembali ke status semula karena perkawinan tersebut dianggap tidak pernah ada dan para pihak tersebut tidak mempunyai hubungan hukum lagi dengan kerabat dan bekas suami maupun isteri.<br />b) Batalnya perkawinan dimulai setelah putusan Pengadilan Agama mempunyai kekuatan hukum telap, tetapi berlaku surut sejak saat berlangsungnya perkawinan.<br />c) Keputusan pembatalan tidak berlaku surut terhadap :<br />? Perkawinan yang batal karena suami atau isteri murtad;<br />? Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut;<br />? Pihak ketiga yang mempunyai hak dan beritikad baik.;<br />? Batalnya perkawinan tidak memutus hubungan hukum anak dengan orang tua.<br />d) Perbedaan dengan perceraian dalam hal akibat hukum :<br />(1) Keduanya menjadi penyebab putusnya perkawinan, tetapi dalam perceraian bekas suami atau isteri tetap memiliki hubungan hukum dengan mertuanya dan seterusnya dalam garis lurus ke atas, karena hubungan hukum antara mertua dengan menantu bersifat selamanya.<br />(2) Terhadap harta bersama diserahkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk bermusyawarah mengenai pembagiannya karena dalam praktik tidak pernah diajukan ke persidangan dan di dalam perundang-undangan hal tersebut tidak diatur.<br /><br />e) Catatan: Dalam pembatalan perkawinan ada istilah fasaakh dan fasidTidak ada orang sukses yang pemalashttp://www.blogger.com/profile/13846412452895436909noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5509201542918676280.post-4598123499251927382008-12-22T08:27:00.000-08:002008-12-22T08:28:58.840-08:00Perbedaan PT Dalam KUHD, UU NO 1 Tahun 1995 dan Undang-Undang no. 40 tahun 2007PERBEDAAN PT DALAM KUHD, UU NO. 1 TAHUN 1995 & UU NO.40 TAHUN 2007<br />Mar 27, '08 12:24 AM<br />for everyone<br />No HAL KUHD Undang undang No 1 tahun 1995 Undang undang No. 40 tahun 2007<br /> <br />1 <br />Definisi PT<br /> PT adalah tiap tiap persekutuan perdata yang didirikan untuk menjalankan suatu perusahaan tidak di bawah satu nama bersama PT adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian , melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham Badan Huku yang merupakan persekutuan modal. Didirikan berdasarkan perjanjian, melakuka kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham <br /> <br />2 <br />Tanggung jawab social dan lingkungan Tidak ada ketentuan tentang tanggung jawab social dan lingkungan yang harus dilakukan oleh PT Tidak ada ketentuan tentang tanggung jawa social dan lingkungan yang harus dilakukan oleh PT Adanya tanggung jawab social dari perusahaan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya<br />3 Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Pemeriksaan dan pengesahan Perseroan terbatas dilakukan oleh para persero Rapat Umum Pemegang Saham merupakan organ tertinggi dalam Perseroan Terbatas Rapat Umum pemegang Saham mempunyai kedudukan yang sama dengan Direksi dan Komisaris dalam Perseroan Terbatas.<br /> <br /> <br />4 <br /> <br />Komisaris Dalam KUHD ataupun dalam Anggaran Dasar tidak mengharuskan adanya organ Komisaris. Kalaupun ada Komisaris merupakan organ Perseroan Terbatas yang bertugas mengawasi pengurus saja<br /> <br /> <br /> Komisaris merupakan organ perseroan Terbatas yang melakukan pengawasan dan memberi nasehat kepada Direksi. Komisaris merupakan bagian dari Dewan Komisaris. Di mana Dewan Komisaris merupakan organ Perseroan terbatas yang bertugas melakukan pengawasan dan memberi nasihat kepada Direksi<br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br />5 Perubahan Anggaran Dasar Tidak ada ketentuan tentang perubahan Anggaran Dasar. Perubahan Anggaran Dasr Perseroan Terbatas harus mendapatkan persetujuan menteri Perubahan Anggaran Dasar perseroan yang telah dinyatakan Pailit, tidak dapat dilakukan. Kecuali dengan persetujuan Kurator.<br />6 Stuktur Permodalan Tidak ada ketentuan tentang jumlah modal dasar.<br />Modal yang ditempatkan paling sedikit 20% dari modal dasar.<br />Modal yang di setor paling sedikit 10% dari modal yang ditempatkan. Modal dasar Perseroan Terbatas paling sedikit Rp. 20.000.000,- (pasal 25 ayat (1)).<br />Modal yang ditempatkan paling sedikit 25% dari modal dasar.<br />Modal yang disetor paling sedikit 50% dari modal yang ditempatkan. Modal dasar Perseroan terbatas paling sedikit Rp. 50.000.000,- (pasal 32 ayat(1)).<br />Modal yang ditempatkan paling sedikit 25% dari modal dasar.<br />Modal yang disetor paling sedikit 100% dari modal yang ditempatkan<br />7 Jangka waktu kewenangan Komisaris dalam hal Penambahan modal Tidak ada ketentuan tentang jangka waktu ( RUPS) dapat menyerahkan kewennangan kepada komisaris dalam hal Penembahan modal RUPS dapat menyerahkan kepada Dewan Komisaris dalam hal Penambahan modal untuk jangka waktu paling lama 5 tahun RUPS dapat menyerahkan kepada Dewan Komisaris dalam hal Penambahan modal untuk jangka waktu paling lama 1 tahun<br />8 Ketentuan Saham tanpa nilai Nominal Tidak ada ketentuan tentang saham tanpa nilai nominal Saham tanpa nominal tidak bisa di keluarkan Kemungkinan pengeluaran saham tanpa nilai nominal di dalam peraturan perundang undangan di bidang pasar modal.<br />9 Temapat diadakannya Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS) Pemberitahuan segala keuntungan atau kerugian dsapat dilakuka dalam suatu rapat umum, baik dengan mengirimkan suatu daftar untung/ rugi terhadap tiap tiap persero ( pemegang saham )/ atau membuat daftar perhitungan sementara dan di umumkan kepada semua persero Tempat diadakan Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS) di tempat kedudukan perseroan/ tempat perseroan melakuakn kegiatan usahanya. RUPS diadakan di tempat kedudukan Perseroan, tempat perseroan melakuakn usahanya, ditempat kedudukan di mana saham perseroan di catatkan dan tempat diadakan dapat di manapun di wilayah Indonesia jika seluruh pemegang saham menyetujuinya secara bulat<br />10 Permintaan penyelenggaran Rapat Umum Pemegang Saham<br /> ( RUPS) Para pengurus harus tiap tiap tahun sekali memberitahuka segala keuntungan dan juga kerugian yang di peroleh kepada semua persero<br /> <br /> Pemegang saham dapat meminta penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham kepada Direksi atau Komisaris Dewan Komisaris dapat meminta penyelenggraan rapat Umum Pemegang Saham kepada Direksi<br /> <br />11 <br />Pengambilan keputusan Dalam hal Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak tecapai, maka keputusan di ambil berdasarkan suara terbanyak dari pada pemegang saham Dalam hal keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak biasa dari jumlah suara yang dikeluarkan secara sah Dalam hal Pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat tidak tercapai. Keputusan adalah sah jika di setujui lebih dari ½ bagian dari jumlah saham yang dikeluarkan<br /> <br />12 Orang yang tidak dapat menjadi Anggota Direksi Tidak ada ketentuan tentang Orang yang tidak dapat menjadi Anggota Direksi. <br />Anggaran Dasar menentukan bahwa yang dapat diangkat menjadi Direksi adalah Warga Negara Indonesia Orang yang pernah di hukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan Negara dalam waktu 5 tahun sebelum pengangkatan tidak dapat dijadikan Direksi Orang yang pernah di hukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan Negara<br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br />13 <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br />Dasar pendirian Perseroan Terbatas KUHD tidak menyebutkan secara tegas bahwa PT didrikan berdasarkan perjanjian, dan PT didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih. Dalam praktek yang berlaku KUHD menganut prinsip perjanjian pada waktu pendirian PT, sehingga harus didirikan oleh 2 (dua) orang , sedangkan setelah PT disahkan dianut prinsip institusi sehingga pemegang sahamnya dapat menjadi 1 ( satu) orang ( pemegang saham tunggal) Dalam undang undang ini disebutkan secara jelas bahwasannya PT didirikan berdasarkan perjanjian ( Pasal 1 ayat 1).<br />PT didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih ( pasal 7 ayat (1) ). Undang undang ini scara konsisten mempertahankan komposisi tersebut, dalam hal setelah PT disahkan pemegang saham kurang dari 2 (dua) orang , dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut pemegang saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain.<br />Dalam hal setelah lewat 6 (enam) bulan pemegang saham kurang dari 2 (dua) orang, pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan atau kerugian perseroan dan pengadilan negeri dapat membubarkan Perseroan atas permohonan pihak yang berkepentingan. Ketentuan yang mewajibkan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih, tidak berlaku bagi BUMN Dalam undang undang ini disebutkan secara jelas bahwasannya PT didirikan berdasarkan perjanjian ( Pasal 1 ayat 1).<br />PT didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih ( pasal 7 ayat (1) ). Undang undang ini scara konsisten mempertahankan komposisi tersebut, dalam hal setelah PT disahkan pemegang saham kurang dari 2 (dua) orang , dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut pemegang saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain.<br />-Dalam hal setelah lewat 6 (enam) bulan pemegang saham kurang dari 2 (dua) orang, pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan atau kerugian perseroan dan pengadilan negeri dapat membubarkan Perseroan atas permohonan pihak yang berkepentingan. Ketentuan yang mewajibkan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih, tidak berlaku bagi Persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh Negara atau perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliringdan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian , dan lembaga lembaga lain sebagai mana di atur dalam Undang Undang tentang pasar modal.<br /> <br />14 PT Tertutup dan <br />PT Terbuka Dalam KUHD dan Anggaran Dasar perseroan tidak mengatur Dalam Undang Undang ini mengatur walaupun tidak secara tegas bahwa PT dibagi atas Pt Tertutup dan PT Terbuka.<br />Dan untuk PT Terbuka setelah “ nama Perseroan” ditambah singkatan kata “Tbk”.<br />- Dalam Undang Undang yang baru mengatur walaupun tidak secara tegas bahwa PT dibagi atas Pt Tertutup dan PT Terbuka.<br />Dan untuk PT Terbuka setelah “ nama Perseroan” ditambah singkatan kata “Tbk”.<br /> <br /> <br />15 <br /> <br />Penggunaan Laba untuk menutup kerugian, Perseroa dapat membentuk dana cadangan ( Pasal 48 KUHD), akan tetapi KUHD dan Anggaran Perseroan tidak menetukan secara tegas jumlah minimal penyisihan laba bersih untuk cadangan.<br />Pembagian keuntunga dibagi menurut cara yabg ditentukan oleh rapat Umum Tahunan pemegang Saham .<br />Keuntungan yang dibagikan sebagai Deviden yang tidak diambil dalam waktu 5 (lima) tahun setelah disediakan untuk dibayar, menjadi milik Perseroan.<br />Pembagian keuntungan dibagi menurut cara yang ditentukan oleh Rapat Umum Tahunan Pemegang Saham<br /> Dalam Undang Undang ini, setiap tahun buku, Perseroan wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih untuk cadangan. <br />penyisihan dilakukan sampai cadangan mencapai sekurang kurangnya 20 % dari modal yang ditempatkan.<br />penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan di putuskan oleh RUPS.<br />Setelah lima tahun Deviden yang tidak di ambil di masukan ke dalam cadangan yang diperuntukan untuk itu. Dalam Undang Undang yang baru, setiap tahun buku, Perseroan wajib menyisihkan jumlah tertentu dari laba bersih untuk cadangan. <br />Kewajiban penyisihan berlaku apabila Perseroan mempunyai saldo laba yang positif<br />penyisihan dilakukan sampai cadangan mencapai sekurang kurangnya 20 % dari modal yang ditempatkan.<br />penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk cadangan di putuskan oleh RUPS.<br />Setelah lima tahun Deviden yang tidak di ambil di masukan ke dalam cadangan khusus.<br />16 Penggabungan, Peleburan , Pengambilalihan dan pemisahan KUHD tidak mengatur.<br />Dalam anggaran Dasar, tata cara yangdipakai dalam praktek berpedoman kepada:<br />Surat Bank Indonesia tanggal 12 desember 1972 No. 5/04/UUPB.<br />Surat Keputusan Menteri Keuangan tanggal 25 maret 1989 No. 278/ KMK-01/1989.<br />Undang- UndangNo. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.<br />Peraturan mengenai Pasar Modal. Dalam Undang Undang ini mengatur mengenai masalah Peleburan, Penggabungan dan Pengambilalihan. Penggabungan dan Peleburan yang terjadi karena hukum yang kita kenal dengan istilah Juridische fusie atau Juridical merger diatur dalam pasal 107 ayat (2).<br />Pelaksanaan lebih lanjut di atur dalam Peraturan Pemerintah. Dalam Undang Undang ini mengatur mengenai masalah Peleburan, Penggabungan dan Pengambilalihan. Tetapi tidak mengatur tentang pemisahan.<br />Pengambilalihan sahan Perseroan lain langsung dari pemegang saham tidak perlu didahului dengan membuat rancangan pengambilalihan, ttetapi dilakuka langsung melalui perundunga dan kesepakatan oleh pihak yang aka mengambil alih engan pemegang saham dengan tetap memperhatikan Anggaran Dasar Perseroan yang diambil alih.<br />17 Tanggung jawab pemegang saham dan penerobosan tameng badan hukm (piercing the corporate veil) KUHD mengatur bahawa pemegang saham tidak bertanggung jawa untuk lebih daripada jumlah penuh saham saham itu (Pasal 40 ayat (2)).<br />KUHD tidak mengatur tentang penerobosan tameng badan hukum. Selain bertanggung jawab pemegang saham yang terbatas sampai dengan nilai jumlah saham yang telah di ambilnya ( pasal 3 ayat (1)) juga penerobosan tersebut dengan lasan sebagaimana ditentukan dalam pasal 3 ayat (2). Selain bertanggung jawab pemegang saham yang terbatas sampai dengan saham yang telah di milikinya ( pasal 3 ayat (1)) juga penerobosan tersebut dengan lasan sebagaimana ditentukan dalam pasal 3 ayat (2).<br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br />18 <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br /> <br />Pembubaran dan likuidasi<br />Perseroan Terbatas Bubar demi hukum karena perseroan menderita kerugian sebesar 75% ( pasal 47).<br />Di bubarkan oleh Menteri kehakiman emi kepentingan umum dalam hal pengesahan Perseroa di gantungkan pada suatu syarat<br /> ( pasal 37 ayat (3)) dan apabila pengesahan Perseroan diberikan dengan tak bersyarat. Pembubaran oleh menteri kehakiman dapat di lakuakan setelah mendengar pendapat Mahkamah Agung.<br />Dalam KUHD diatur tiap perseroan yang dibubarkan harus di bereskan oleh pengurusnya, kecuali dalam akta telah diatur suatu tata cara pemberesan yang lain (pasal 56). Pasal 114 mengatur tentang dengan jelas pembubaran perseroa karena:<br />Keputusan RUPS.<br />Jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah berakhir.<br />Penetapan pengadilan.<br />Menteri kehakiaman juga tidak dapat membubarkan Perseroan, yang dapat membubarkan Perseroan adalah Badan Peradilan.<br /> <br /> Pasal 142 mengatur tentang dengan jelas pembubaran perseroa karena:<br />Keputusan RUPS.<br />Jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah berakhir.<br />Penetapan pengadilan.<br />Putusan Pengadila Niaga.<br />Karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan Pailit berada dalam keadaan Insolvensi.<br />Dicabutnya izin usaha Perseroan.<br /> <br />Tags: op, tugas kuliah<br />Prev: Tugas Pasar Modal I<br />Next: Contoh Surat Gugatan<br />reply shareTidak ada orang sukses yang pemalashttp://www.blogger.com/profile/13846412452895436909noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5509201542918676280.post-17725526084919236232008-12-22T07:56:00.000-08:002008-12-22T08:27:17.633-08:00Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan akta pendirian KoperasiPERATURAN PEMERINTAH NOMOR 4 TAHUN 1994<br />TENTANG<br />PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN DAN<br />PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KOPERASI<br />PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,<br />Menimbang : a. bahwa dalam rangka menciptakan kepastian hukum bagi kegiatan usaha dilakukan oleh Koperasi, dipandang perlu untuk memberikan status badan hukum kepada badan usaha Koperasi dengan pengesahan akta pendiriannya oleh Pemerintah;<br />b. bahwa seiring dengan dinamika yang terjadi dalam dunia usaha, terbuka kemungkinan bagi Koperasi untuk melakukan perubahan tertentu terhadap anggaran dasarnya yang memerlukan pengesahan oleh Pemerintah;<br />c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a dan b serta sesuai dengan Pasal 13 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, dipandang perlu mengatur persyaratan dan tata cara pengesahan atas akta pendirian dan perubahan anggaran dasar Koperasi dalam Peraturan Pemerintah;<br />Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang Undang Dasar 1945;<br />2. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3502;<br />MEMUTUSKAN:<br />Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN DAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KOPERASI.<br />1<br />BAB I<br />KETENTUAN UMUM<br />Pasal 1<br />Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:<br />1. Akta Pendirian Koperasi adalah akta perjanjian yang dibuat oleh para pendiri dalam rangka pembentukan Koperasi, dan memuat anggaran dasar Koperasi;<br />2. Anggaran Dasar Koperasi adalah aturan dasar tertulis yang memuat keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian;<br />3. Menteri adalah menteri yang bidang tugas dan tanggung jawab meliputi koperasi dan pembinaan pengusaha kecil.<br />Pasal 2<br />(1) Menteri berwenang memberikan pengesahan terhadap akta pendirian Koperasi dan pengesahan terhadap perubahan atas anggaran dasar Koperasi, serta melakukan penolakan pengesahannya.<br />(2) Dalam melaksanakan wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Menteri dapat menunjuk pejabat.<br />BAB II<br />PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGESAHAN<br />AKTA PENDIRIAN KOPERASI<br />Pasal 3<br />Koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan Menteri.<br />Pasal 4<br />(1) Untuk mendapatkan pengesahan terhadap akta pendirian Koperasi, para pendiri atau kuasa para pendiri mengajukan permintaan pengesahan secara tertulis kepada Menteri.<br />(2) Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan dengan melampirkan :<br />2<br />a. dua rangkap akta pendirian Koperasi, satu diantaranya bermaterai cukup;<br />b. berita acara rapat pembentukan Koperasi, termasuk pemberian kuasa untuk mengajukan permohonan pengesahan apabila ada;<br />c. surat bukti penyetoran modal, sekurang-kurangnya sebesar simpanan pokok;<br />d. rencana awal kegiatan usaha Koperasi.<br />Pasal 5<br />Apabila permintaan pengesahan atas akta pendirian Koperasi telah dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, kepada pendiri atau kuasanya diberikan tanda terima.<br />Pasal 6<br />(1) Menteri memberikan pengesahan terhadap akta pendirian Koperasi, apabila ternyata setelah diadakan penelitian anggaran dasar Koperasi:<br />a. tidak bertentangan dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian; dan<br />b. tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.<br />(2) Pengesahan atas akta pendirian Koperasi ditetapkan dengan keputusan Menteri dalam jangka waktu paling lama tiga bulan terhitung sejak diterimanya permintaan pengesahan secara lengkap.<br />(3) Surat keputusan pengesahan dan akta pendirian Koperasi yang telah mendapatkan pernyataan pengesahan disampaikan kepada pendiri atau kuasanya dengan surat tercatat dalam jangka waktu paling lama tujuh hari terhitung sejak keputusan pengesahan ditetapkan.<br />Pasal 7<br />(1) Dalam hal permintaan pengesahan atas akta pendirian Koperasi ditolak, keputusan penolakan serta alasannya berikut berkas permintaan disampaikan secara tertulis kepada pendiri atau kuasanya dengan surat tercatat dalam jangka waktu paling lama tiga bulan terhitung sejak diterimanya permintaan pengesahan secara lengkap.<br />(2) Terhadap penolakan pengesahan tersebut, para pendiri atau kuasanya dapat mengajukan permintaan ulang pengesahan atas akta pendirian Koperasi dalam waktu paling lama satu bulan terhitung sejak diterimanya pemberitahuan penolakan.<br />(3) Permintaan ulang tersebut diajukan secara tertulis dengan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2).<br />3<br />(4) Terhadap pengajuan permintaan ulang yang telah memenuhi ketentuan dalam ayat (2) dan (3), Menteri memberikan tanda terima kepada pendiri atau kuasanya.<br />Pasal 8<br />(1) Menteri memberikan keputusan terhadap permintaan ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dalam jangka waktu paling lama satu bulan terhitung sejak diterimanya permintaan ulang pengesahan secara lengkap.<br />(2) Dalam hal pengesahan atas akta pendirian Koperasi diberikan, Menteri menyampaikan surat keputusan pengesahan dan akta pendirian Koperasi yang telah mendapatkan pernyataan pengesahan kepada pendiri atau kuasanya dengan surat tercatat dalam jangka waktu paling lama tujuh hari terhitung sejak keputusan pengesahan ditetapkan.<br />(3) Dalam hal permintaan ulang pengesahan atas akta pendirian Koperasi ditolak, Menteri menyampaikan keputusan penolakan serta alasannya kepada pendiri atau kuasanya dengan surat tercatat dalam jangka waktu paling lama tujuh hari terhitung sejak keputusan penolakan ditetapkan.<br />(4) Keputusan Menteri terhadap permintaan ulang tersebut merupakan putusan terakhir.<br />Pasal 9<br />Apabila Menteri tidak memberikan keputusan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 8 ayat (1), pengesahan atas akta pendirian Koperasi diberikan berdasarkan kekuatan Peraturan Pemerintah ini.<br />Pasal 10<br />(1) Tindakan hukum yang dilakukan para pendiri untuk kepentingan Koperasi sebelum akta pendirian Koperasi disahkan hanya mengikat Koperasi, apabila setelah akta pendirian Koperasi memperoleh pengesahan Menteri, Rapat Anggota secara bulat menyatakan menerimanya sebagai beban dan atau keuntungan Koperasi.<br />(2) Dalam hal tindakan hukum tersebut tidak dinyatakan diterima sebagai beban dan atau keuntungan Koperasi oleh Rapat Anggota, maka para pendiri yang melakukan tindakan hukum tersebut masing-masing dan atau bersama-sama bertanggung jawab secara pribadi atas segala akibat yang timbul dari tindakan hukum tersebut.<br />4<br />BAB III<br />PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KOPERASI DAN<br />TATA CARA PENGESAHANNYA<br />Pasal 11<br />(1) Perubahan anggaran dasar Koperasi dilakukan berdasarkan keputusan Rapat Anggota yang diadakan khusus untuk itu.<br />(2) Dalam hal anggaran dasar tidak menentukan lain, keputusan Rapat Anggota mengenai perubahan anggaran dasar hanya dapat diambil apabila dihadiri oleh paling kurang 3/4 (tiga perempat) dari jumlah seluruh anggota koperasi<br />(3) Keputusan Rapat Anggota mengenai perubahan anggaran dasar Koperasi sah, apabila perubahan tersebut disetujui oleh paling kurang 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota Koperasi yang hadir.<br />Pasal 12<br />(1) Dalam hal terjadi perubahan anggaran dasar Koperasi yang menyangkut perubahan bidang usaha, penggabungan atau pembagian Koperasi, pengurus wajib mengajukan permintaan pengesahan atas perubahan anggaran dasar secara tertulis kepada Menteri.<br />(2) Dalam hal perubahan anggaran dasar Koperasi menyangkut perubahan bidang usaha, maka permintaan pengesahan diajukan dengan melampirkan :<br />a. dua rangkap anggaran dasar Koperasi yang telah diubah, satu diantaranya bermaterai cukup;<br />b. berita acara Rapat Anggota.<br />(3) Dalam hal perubahan anggaran dasar Koperasi menyangkut penggabungan atau pembagian Koperasi, maka permintaan pengesahan diajukan dengan melampirkan :<br />a. dua rangkap anggaran dasar Koperasi yang telah diubah, satu diantaranya bermaterai cukup;<br />b. berita acara Rapat Anggota;<br />c. neraca yang baru dari Koperasi yang menerima penggabungan atau Koperasi yang dibagi.<br />5<br />Pasal 13<br />Apabila permintaan pengesahan terhadap perubahan anggaran dasar Koperasi telah dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, kepada pengurus Koperasi atau kuasanya diberikan tanda terima.<br />Pasal 14<br />(1) Menteri memberikan pengesahan terhadap anggaran dasar Koperasi hasil perubahan, apabila ternyata setelah diadakan penelitian perubahan tersebut :<br />a. tidak bertentangan dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian; dan<br />b. tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.<br />(2) Pengesahan atas perubahan anggaran dasar Koperasi ditetapkan dengan keputusan Menteri dalam jangka waktu paling lama satu bulan terhitung sejak diterimanya permintaan pengesahan secara lengkap.<br />(3) Surat keputusan pengesahan dan anggaran dasar Koperasi hasil perubahan yang telah mendapatkan pernyataan pengesahan disampaikan kepada pengurus atau kuasanya dengan surat tercatat dalam jangka waktu paling lama tujuh hari terhitung sejak keputusan pengesahan ditetapkan.<br />Pasal 15<br />(1) Dalam hal permintaan pengesahan atas perubahan anggaran dasar Koperasi ditolak, keputusan penolakan beserta alasannya disampaikan secara tertulis kepada pengurus atau kuasanya dengan surat tercatat dalam jangka waktu paling lama satu bulan terhitung sejak diterimanya permintaan pengesahan secara lengkap.<br />(2) Dalam hal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), anggaran dasar Koperasi yang lama tetap berlaku.<br />Pasal 16<br />(1) Permintaan pengesahan perubahan anggaran dasar Koperasi yang melakukan pembagian diajukan sekaligus dengan permintaan pengesahan akta pendirian Koperasi baru hasil pembagian.<br />(2) Pengesahan perubahan anggaran dasar Koperasi dan pengesahan akta pendirian Koperasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan dalam waktu yang bersamaan.<br />6<br />Pasal 17<br />Apabila Menteri tidak memberikan keputusan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) atau Pasal 15 ayat (1), pengesahan atas perubahan anggaran dasar Koperasi diberikan berdasarkan kekuatan Peraturan Pemerintah ini.<br />Pasal 18<br />(1) Perubahan anggaran dasar Koperasi yang tidak menyangkut perubahan bidang usaha, penggabungan atau pembagian Koperasi wajib dilaporkan kepada Menteri paling lambat satu bulan sejak perubahan dilakukan.<br />(2) Perubahan anggaran dasar Koperasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib diumumkan oleh Pengurus dalam media massa setempat paling lambat dalam jangka waktu dua bulan sejak perubahan dilakukan, dan dilakukan sekurang-kurangnya dua kali dengan tenggang waktu selama paling kurang empat puluh lima hari.<br />(3) Dalam hal tidak dipenuhi ketentuan dalam ayat (1) dan (2), perubahan anggaran dasar Koperasi tidak mengikat pihak lain yang berkepentingan dengan Koperasi.<br />BAB IV<br />PENGUMUMAN PENGESAHAN<br />Pasal 19<br />(1) Pengesahan akta pendirian Koperasi atau pengesahan perubahan anggaran dasar Koperasi diumumkan oleh Menteri dalam Berita Negara Republik Indonesia.<br />(2) Biaya pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibebankan pada Pemerintah.<br />7<br />BAB V<br />KETENTUAN LAIN-LAIN<br />Pasal 20<br />(1) Akta pendirian Koperasi yang telah memperoleh pengesahan dan anggaran dasar Koperasi beserta seluruh perubahannya dihimpun dalam suatu daftar umum.<br />(2) Daftar umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terbuka untuk umum, dan setiap orang dapat memperoleh salinan akta pendirian maupun anggaran dasar Koperasi atas beban biaya sendiri.<br />BAB VI<br />KETENTUAN PENUTUP<br />Pasal 21<br />Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, seluruh ketentuan yang mengatur mengenai persyaratan dan tata cara pengesahan akta pendirian Koperasi dan pengesahan perubahan anggaran dasar Koperasi dinyatakan tidak berlaku.<br />Pasal 22<br />Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.<br />Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.<br />Ditetapkan di Jakarta<br />Pada Tanggal 2 Maret 1994<br />PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA<br />Ttd<br />SOEHARTO<br />Diundangkan di Jakarta pada tanggal 2 Maret 1994<br />MENTERI NEGARA<br />SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA<br />Ttd<br />MOERDIONO<br />8<br />PENJELASAN<br />ATAS<br />PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA<br />NOMOR 4 TAHUN 1994<br />TENTANG<br />PERSYARATAN DAN TATA CARA PENGESAHAN AKTA PENDIRIAN DAN<br />PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KOPERASI<br />I. UMUM<br />Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menetapkan bahwa, Koperasi sebagai badan usaha dan sekaligus gerakan ekonomi rakyat mempunyai tujuan untuk memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.<br />Agar Koperasi dapat melaksanakan fungsi dan peranannya secara efektif, maka kepada Koperasi perlu diberikan status badan hukum. Koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya memperoleh pengesahan dari Pemerintah, dan selanjutnya bertindak secara mandiri melakukan tindakan-tindakan hukum sesuai maksud dan tujuannya.<br />Dengan menyadari dinamika kegiatan ekonomi, tidak tertutup bagi Koperasi untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan melakukan perubahan antara lain terhadap anggaran dasarnya.<br />Perubahan anggaran dasar Koperasi yang menyangkut perubahan bidang usaha, penggabungan atau pembagian Koperasi merupakan perubahan yang sangat mendasar, oleh karena itu memerlukan pengesahan Pemerintah.<br />Dalam hal-hal selain ketiga hal tersebut, perubahan cukup dilaporkan kepada Pemerintah dan diumumkan dalam media massa setempat.<br />Wewenang dan tanggung jawab pengesahan akta pendirian Koperasi dan pengesahan perubahan anggaran dasar Koperasi, ada pada Menteri yang lingkup dan tanggungjawabnya di bidang Koperasi dan pembinaan Pengusaha Kecil.<br />9<br />Untuk memperoleh pengesahan tersebut, pendiri atau pengurus wajib memenuhi persyaratan dan tata cara yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini.<br />Selanjutnya, pengesahan akta pendirian dan perubahan anggaran dasar<br />Koperasi diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia, agar<br />diketahui umum.<br />II. PASAL DEMI PASAL<br />Pasal 1<br />Angka 1<br />Cukup jelas<br />Angka 2<br />Cukup jelas<br />Angka 3<br />Cukup jelas<br />Pasal 2<br />Ayat (1)<br />Cukup jelas<br />Ayat (2)<br />Cukup jelas<br />Pasal 3<br />Status badan hukum bagi Koperasi mengikat baik ke dalam maupun ke luar. Mengikat ke dalam artinya Pengurus maupun anggota Koperasi terikat pada ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam Anggaran<br />Dasar, dan Anggaran Rumah Tangga. Sedangkan mengikat ke luar artinya, semua perbuatan hukum yang dilakukan oleh Pengurus atas nama Koperasi dan untuk kepentingan Koperasi menjadi tanggung jawab Koperasi.<br />Pasal 4<br />Ayat (1)<br />Pengajuan permohonan pengesahan akta pendirian Koperasi dapat dilakukan oleh para pendiri, atau oleh pihak lain yang diberikan kuasa khusus secara tersendiri atau dalam rapat pembentukan Koperasi. Dalam hal permohonan pengesahan diajukan oleh pendiri, maka surat permohonan tersebut cukup ditanda tangani oleh sekurang-kurangnya dua orang pendiri dan untuk selanjutnya seluruh persuratan<br />10<br />yang berlangsung dalam rangka pengesahan akta pendirian Koperasi yang bersangkutan dialamatkan kepada para pendiri yang menandatangani surat permohonan tersebut.<br />Ayat (2)<br />Huruf a<br />Cukup jelas<br />Huruf b<br />Cukup jelas<br />Huruf c<br />Surat bukti penyetoran modal dapat berupa surat keterangan yang dibuat oleh Pendiri Koperasi, tetapi keterangan tersebut harus menggambarkan jumlah sebenarnya modal yang telah disetor. Simpanan Pokok merupakan salah satu kewajiban yang harus dibayar oleh Anggota Koperasi pada waktu masuk menjadi anggota Koperasi.<br />Huruf d<br />Rencana awal kegiatan usaha dibuat secara sederhana berdasarkan studi kelayakan dan tidak dapat dipakai sebagai alasan penolakan pengesahan fakta pendirian Koperasi, tetapi dimaksudkan untuk digunakan dalam rangka pembinaan selanjutnya.<br />Pasal 5<br />Cukup jelas<br />Pasal 6<br />Ayat (1)<br />Isi anggaran dasar yang diteliti antara lain mengenai keanggotaan, permodalan, kepengurusan dan bidang usaha yang akan dijalankan oleh Koperasi.<br />Ayat (2)<br />Cukup jelas<br />Ayat (3)<br />Akta pendirian Koperasi yang bermeterai diserahkan kepada pendiri, dan yang tidak bermeterai sebagai pertinggal.<br />Pasal 7<br />Ayat (1)<br />11<br />Pemberitahuan penolakan pengesahan akta pendirian Koperasi harus dilakukan secepat mungkin agar para pendiri yang bersangkutan dapat memperbaiki dan atau melengkapi persyaratan pada waktu mengajukan permintaan ulang.<br />Ayat (2)<br />Cukup jelas<br />Ayat (3)<br />Cukup jelas<br />Ayat (4)<br />Cukup jelas.<br />Pasal 8<br />Ayat (1)<br />Cukup jelas<br />Ayat (2)<br />Cukup jelas<br />Ayat (3)<br />Cukup jelas<br />Ayat (4)<br />Ketentuan ini menegaskan bahwa, apabila Menteri menolak permintaan ulang pengesahan atas akta pendirian, maka Pendiri tidak dapat lagi mengajukan permintaan ulang pengesahan akta pendirian Koperasi yang sama.<br />Pasal 9<br />Dengan ketentuan ini, apabila Menteri tidak memberikan keputusan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan, maka status badan hukum Koperasi diberikan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.<br />Pasal 10<br />Ayat (1)<br />Dengan ketentuan ini, tindakan hukum yang dilakukan para pendiri sebelum akta pendirian Koperasi disahkan tidak otomatis mengikat dan atau beralih menjadi tanggung jawab Koperasi meskipun Koperasi telah memperoleh status badan hukum.<br />12<br />Karena tidak semua anggota Koperasi merupakan pendiri, maka sewajarnya apabila Rapat Anggotalah yang menentukan tindakan hukum pendiri yang mana yang mengikat Koperasi.<br />Ayat (2)<br />Cukup jelas<br />Pasal 11<br />Ayat (1)<br />Cukup jelas<br />Ayat (2)<br />Perubahan Anggaran Dasar pada prinsipnya diserahkan pengaturannya pada Anggaran Dasar Koperasi yang bersangkutan. Namun demikian, apabila Anggaran Dasar tidak mengatur mengenai perubahan Anggaran Dasar atau mengatur dengan persyaratan yang lebih rendah dari ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini, maka ketentuan dalam Pasal ini berlaku bagi perubahan Anggaran Dasar Koperasi yang bersangkutan.<br />Ayat (3)<br />Cukup jelas<br />Pasal 12<br />Ayat (1)<br />Perubahan Anggaran Dasar yang menyangkut ketiga hal tersebut merupakan perubahan yang mendasar dalam struktur Koperasi yang bersangkutan, bahkan secara tidak langsung akan mempengaruhi sistem ekonomi dimana Koperasi itu melakukan kegiatan. Oleh karena itu, perubahan yang menyangkut perubahan bidang usaha, penggabungan atau pembagian Koperasi perlu disahkan Menteri.<br />Ayat (2)<br />Cukup jelas<br />Ayat (3)<br />Cukup jelas<br />Pasal 13<br />13<br />Cukup jelas<br />Pasal 14<br />Ayat (1)<br />Cukup jelas<br />Ayat (2)<br />Cukup jelas<br />Ayat (3)<br />Perhatikan Pasal 6 ayat (3) Peraturan Pemerintah ini.<br />Pasal 15<br />Ayat (1)<br />Cukup jelas<br />Ayat (2)<br />Ketentuan ini tidak melarang perubahan anggaran dasar Koperasi selanjutnya, tetapi hanya untuk mengatasi kekosongan hukum apabila perubahan Anggaran Dasar tidak disahkan.<br />Pasal 16<br />Ayat (1)<br />Cukup jelas<br />Ayat (2)<br />Dengan ketentuan ini, terhadap permintaan pengesahan akta pendirian Koperasi baru akibat pembagian Koperasi berlaku prosedur pengajuan permintaan pengesahan yang berbeda dari yang diatur dalam Bab II Peraturan Pemerintah ini.<br />Pada dasarnya pengesahan atas perubahan Anggaran Dasar Koperasi tidak akan diberikan apabila nantinya akta pendirian Koperasi baru hasil pembagian tidak disahkan, dan begitu pula sebaliknya. Dengan demikian kedua hal tersebut harus berlangsung bersamaan.<br />Pasal 17<br />14<br />Perhatian Penjelasan Pasal 8 ayat (4) Peraturan Pemerintah ini.<br />Pasal 18<br />Ayat (1)<br />Cukup jelas<br />Ayat (2)<br />Ketentuan ini memuat persyaratan yang minimal, sehingga dapat saja Pengurus Koperasi mengumumkan adanya perubahan anggaran Dasar Koperasi ditempat lain, misalnya dalam Berita Negara Republik Indonesia.<br />Ayat (3)<br />Terhadap pihak lain yang berkepentingan dengan Koperasi, seperti antara lain kreditur dan mitra usaha, perlu diberikan perlindungan yang memadai dari kemungkinan kerugian yang timbul akibat perubahan Anggaran Dasar yang terjadi di luar sepengetahuan mereka.<br />Pasal 19<br />Ayat (1)<br />Yang dimaksud dengan "Pengesahan atas akta pendirian Koperasi" adalah pengesahan yang diberikan oleh Menteri dan pengesahan yang diberikan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Pengumuman dalam Berita Negara Republik Indonesia memuat nama dan tempat kedudukan Koperasi, nomor dan tanggal badan hukum, nomor dan tanggal keputusan pengesahan.<br />Ayat (2)<br />Cukup jelas<br />Pasal 20<br />Ayat (1)<br />Cukup jelas<br />Ayat (2)<br />Untuk memperoleh salinan dokumen dimaksud, tidak jarang diperlukan biaya fotokopi.<br />Dengan ketentuan ini, maka setiap orang yang ingin mendapatkan salinan dokumen yang dimuat dalam daftar<br />15<br />umum tersebut tidak perlu mengeluarkan biaya apapun kecuali untuk fotokopi.<br />Pasal 21<br />Cukup jelas<br />Pasal 22<br />Cukup jelas<br />CATATAN<br />Kutipan : LEMBAR LEPAS SEKRETARIAT NEGARA TAHUN 1994<br />16Tidak ada orang sukses yang pemalashttp://www.blogger.com/profile/13846412452895436909noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5509201542918676280.post-5155592283467037642008-12-22T07:55:00.000-08:002008-12-22T07:56:29.647-08:00Prosedur Pendirian Firma dan CVPROSEDUR PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN FIRMA<br />(KETENTUAN PASAL 16 – 35 KUHD)<br /><br />1. Pengertian Firma<br />Firma adalah suatu bentuk persekutuan bisnis yang terdiri dari dua orang atau lebih dengan nama bersama yang tanggung jawabnya terbagi rata tidak terbatas pada setiap pemiliknya.<br />2. Ciri dan Sifat Firma :<br />• Apabila terdapat hutang tak terbayar, maka setiap pemilik wajib melunasi dengan harta pribadi.<br />• Setiap anggota firma memiliki hak untuk menjadi pemimpin<br />• Seorang anggota tidak berhak memasukkan anggota baru tanpa seizin anggota yang lainnya.<br />• Keanggotaan firma melekat dan berlaku seumur hidup<br />• Seorang anggota mempunyai hak untuk membubarkan firma<br />• Pendiriannya tidak memelukan akte pendirian<br />• Mudah memperoleh kredit usaha.<br />3. Dasar Hukum Tentang Firma diatur dalam Pasal 16 – 35 Kitab Undang- Undang Hukum Dagang (KUHD). <br />Sementara Pasal 19, 20 dan 21 adalah aturan untuk Persekutuan Komanditer. Pasal 19 (a) KUHD mengatur bahwa “Persekutuan secara melepas uang/Persekutuan komanditer, didirikan atas satu atau beberapa orang yang bertanggung-jawab secara pribadi untuk keseluruhan dengan satu atau beberapa orang pelepas uang”. Terdapatnya aturan Persekutuan komanditer diantara/ didalam aturan mengenai firma, karena Persekutuan komanditer juga termasuk kedalam bentuk firma dalam arti khusus, yang kekhususannya terletak dari adanya persekutuan komanditer, sementara sekutu jenis ini tidak ada pada bentuk firma (yang ada dalam firma hanya bentuk “sekutu kerja” atau “Firman”).<br />4. Prosedur Pendirian Firma<br /> A. Pendirian Firma<br /> Menurut Ketentuan Pasal 22 KUHD, Perseroan Firma harus didirikan dengan akta Otentik, akan tetapi ketiadaan akta yang demikian tidak dapat dikemukakan untuk merugikan pihak ketiga.<br /> B. Pendaftaran Firma<br />Menurut ketentuan Pasal 23 KUHD, mewajibkan pendiri Firma (yang juga berlaku juga pada CV) untuk mendaftarkan akta pendiriannya kepada Panitera Pengadilan Negeri yang berwenang dimana Firma tersebut berdomisili; dan<br />Menurut ketentuan Pasal 24 KUHD, yang didaftarkan hanyalah akta pendirian firma atau ihtisar resminya saja.<br />Adapun ihtisar isi resmi dari Akta Pendirian Firma meliputi :<br />a. nama lengkap, pekerjaan & tempat tinggal para pendiri;<br />b. penetapan nama Firma;<br />c. keterangan mengenai Firma itu bersifat umum atau terbatas untuk <br /> menjalankan sebuah jenis usaha khusus;<br /> d. saat mulai dan berlakunya Firma;<br /> e. hal-hal lain dan clausula-clausula mengenai pihak ketiga terhadap para <br /> pesero. <br /><br />C. Pengumuman<br />Diatur dalam Ketentuan Pasal 28 KUHD bahwa setelah mendapat nomor dan tanggal pendaftaran dari kepaniteraan Pengadilan Negeri, Akta Pendirian atau ikhtisar resminya tersebut harus diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.<br />5. Prosedur Pembubaran Firma<br />Firma dari suatu perseroan yang telah dibubarkan dapat dilanjutkan oleh seorang atau lebih, baik atas kekuatan perjanjian pendiriannya maupun bila diizinkan dengan tegas oleh bekas pesero yang namanya disebut di situ, atau bila dalam hal adanya kematian, para ahli warisnya tidak menentangnya, dan dalam hal itu untuk membuktikannya harus dibuat akta, dan mendaftarkannya dan mengumumkannya dalam surat kabar resmi atas dasar dan dengan cara yang ditentukan dalam pasal 23 dan berikutnya, serta dengan ancaman hukuman yang tercantum dalam pasal 29.<br />Pembubaran sebuah perseroan firma sebelum waktu yang ditentukan dalam perjanjian, atau terjadi karena pelepasan diri atau penghentian, perpanjangan waktu setelah habis waktu yang ditentukan, demikian puia segala perubahan yang diadakan dalam petikan yang asli yang berhubungan dengan pihak ketiga, diadakan juga dengan akta otentik, dan terhadap ini berlaku ketentuan-ketentuan pendaftaran dan pengumuman dalam surat kabar resmi seperti telah disebut.<br />Kelalaian dalam hal itu mengakibatkan, bahwa pembubaran, pelepasan diri, penghentian atau perubahan itu tidak berlaku terhadap pihak ketiga. Terhadap kelalaian mendaftarkan dan mengumumkan dalam hal perpanjangan waktu perseroan, berlaku ketentuan-ketentuan pasiti 29. (KUHPerd. 1646 dst.; KUHD 22, 26, 30.)<br />Pada pembubaran perseroan, para pesero yang tadinya mempunyai hak mengurus harus membereskan urusan-urusan bekas perseroan itu atas nama firma itu juga, kecuali bila dalam perjanjiannya ditentukan lain , atau seluruh pesero (tidak termasuk para pesero komanditer) mengangkat seorang pengurus lain dengan pemungutan suara seorang demi scorang dengan suara terbanyak. Jika pemungutan suara macet, raad van justitie mengambil keputusan sedemikian yang menurut pendapatnya paling layak untuk kepentingan perseroan yang dibubarkan itu. (KUHPerd. 1652; KUHD 17, 20, 22, 31, 56; Rv. 6-50, 99.)<br />Bila keadaan kas perseroan yang dibubarkan tidak mencukupi untuk membayar utang-utang yang telah dapat ditagih, maka mereka yang bertugas untuk membereskan keperluan itu dapat menagih uang yang seharusnya akan dimasukkan dalam perseroan oleh tiap-tiap pesero menurut bagiannya masing-masing (KUHD 18, 22.). Uang yang selama pemberesan dapat dikeluarkan dari kas perseroan, harus dibagikan sementara. (KUHD 33.)<br />Setelah pemberesan dan pembagian itu, bila tidak ada perjanjian yang menentukan lain, maka buku-buku dan surat-surat yang dulu menjadi milik perseroan yang dibubarkan itu tetap ada pada pesero yang terpilih dengan suara terbanyak atau yang ditunjuk oleh raad van justitie karena macetnya pemungutan suara, dengan tidak mengurangi kebebasan para pesero atau para penerima hak untuk melihatnya. (KUHPerd. 1801 dst., 1652, 1885; KUHD 12, 56.)<br /><br /><br /><br /><br />PROSEDUR PENDIRIAN DAN PEMBUBARAN<br /> COMMANDITAIRE VENNOOTSCHAP (CV)<br />(KETENTUAN PASAL 19 – 35 KUHD)<br /><br />1. Pengertian Commanditaire Vennootschap (CV)<br />ialah Persekutuan firma yang memiliki satu atau beberapa orang sekutu komanditer. Sekutu Komanditer ialah sekutu yang hanya menyerahkan uang, barang atau tenaga sebagai pemasukan kepada Persekutuan, dan ia tidak ikut campur dalam pengurusan atau-pun penguasaan dalam Persekutuan.<br />2. Sifat Dan Ciri Commanditaire Vennootschap (CV).<br />• Sulit untuk menarik modal yang telah disetor<br />• Modal besar karena didirikan banyak pihak<br />• Mudah mendapatkan kredit pinjaman<br />• Ada anggota aktif yang memiliki tanggung jawab tidak terbatas dan ada yang pasif tinggal menunggu keuntungan<br />• Relatif mudah untuk didirikan <br />• Kelangsungan hidup perusahaan CV tidak menentu.<br />3. Dasar Hukum Pendirian Commanditaire Vennotschap (CV) Pasal 19 – 35 KUHD.<br />Sementara Pasal 19, 20 dan 21 adalah aturan untuk Persekutuan Komanditer. Pasal 19 (a) KUHD mengatur bahwa “Persekutuan secara melepas uang/Persekutuan komanditer, didirikan atas satu atau beberapa orang yang bertanggung-jawab secara pribadi untuk keseluruhan dengan satu atau beberapa orang pelepas uang”. Terdapatnya aturan Persekutuan komanditer diantara/ didalam aturan mengenai firma, karena Persekutuan komanditer juga termasuk kedalam bentuk firma dalam arti khusus, yang kekhususannya terletak dari adanya persekutuan komanditer, sementara sekutu jenis ini tidak ada pada bentuk firma (yang ada dalam firma hanya bentuk “sekutu kerja” atau “Firman”).<br />4. Prosedur Pendirian Commanditaire Vennotschap (CV)<br />Tata cara atau prosedur pendirian Perseroan Komanditer (CV) dapat dilakukan dengan lisan ataupun tulisan, baik akta di bawah tangan maupun akta notaris <br />Pendataran serta pengumuman pendirian Perseroan Komanditer (CV) tidak di atur di KUHD, tetapi di dalam praktek di adakan juga pendirian, pendaftaran, dan pengumumanberdasarkanakta notaris. Jadi pendirian CV Mengenai hal tidak ada pengaturan khusus bagi CV, sehingga dalam pendirian CV adalah sama dengan pendirian Firma, bisa didirikan secara lisan (konsesuil diatur dala Pasal 22 KUHD dikatakan bahwa tiap-tiap perseroan firma harus didirikan dengan AKTA OTENTIK, akan tetapi ketiadaan akta demikian, tidak dapat dikemukakan untuk merugikan publik / pihak ketiga).<br /> Pada prakteknya di Indonesia telah menunjukkan suatu kebiasaan bahwa orang mendirikan CV berdasarkan Akta Notaris (Otentik), didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang berwenang, dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara R.I. Karena adanya kesamaan dalam pendirian tersebut dengan CV.<br /><br /> Pendirian, Pendaftaran Dan Pengumuman CV.<br /> Para pendiri CV diwajibkan untuk mengumumkan ihtisar resmi akta pendiriannya dalam Tambahan Berita Negara R.I. (Pasal 28 KUHD); kedua pekerjaan ini bisa dilimpahkan kepada Notaris yang membuat akta.<br />Adapun ihtisar isi resmi dari Akta Pendirian CV meliputi :<br />a. Nama lengkap, pekerjaan & tempat tinggal para pendiri;<br />b. Penetapan nama CV;<br /> c. Keterangan mengenai CV itu bersifat umum atau terbatas untuk menjalankan <br /> sebuah perusahaan cabang secara khusus;<br />d. Nama sekutu yang tidak berkuasa untuk menandatangani perjanjian atas nama <br /> persekutuan;<br />e. Saat mulai dan berlakunya CV;<br /> f. Clausula-clausula lain penting yang berkaitan dengan pihak ketiga terhadap sekutu pendiri;<br />g. Pendaftaran akta pendirian ke PN harus diberi tanggal;<br />h. Pembentukan kas (uang) dari CV yang khusus disediakan bagi penagih dari pihak ketiga, yang jika sudah kosong berlakulah tanggung jawab sekutu secara pribadi untuk keseluruhan;<br />i. Pengeluaran satu atau beberapa sekutu dari wewenangnya untuk bertindak atas nama persekutuan.<br />5. Prosedur Pembubaran CV<br />Firma dari suatu perseroan yang telah dibubarkan dapat dilanjutkan oleh seorang atau lebih, baik atas kekuatan perjanjian pendiriannya maupun bila diizinkan dengan tegas oleh bekas pesero yang namanya disebut di situ, atau bila dalam hal adanya kematian, para ahli warisnya tidak menentangnya, dan dalam hal itu untuk membuktikannya harus dibuat akta, dan mendaftarkannya dan mengumumkannya dalam surat kabar resmi atas dasar dan dengan cara yang ditentukan dalam pasal 23 dan berikutnya, serta dengan ancaman hukuman yang tercantum dalam pasal 29.<br />Pembubaran sebuah perseroan firma sebelum waktu yang ditentukan dalam perjanjian, atau terjadi karena pelepasan diri atau penghentian, perpanjangan waktu setelah habis waktu yang ditentukan, demikian puia segala perubahan yang diadakan dalam petikan yang asli yang berhubungan dengan pihak ketiga, diadakan juga dengan akta otentik, dan terhadap ini berlaku ketentuan-ketentuan pendaftaran dan pengumuman dalam surat kabar resmi seperti telah disebut.<br />Kelalaian dalam hal itu mengakibatkan, bahwa pembubaran, pelepasan diri, penghentian atau perubahan itu tidak berlaku terhadap pihak ketiga. Terhadap kelalaian mendaftarkan dan mengumumkan dalam hal perpanjangan waktu perseroan, berlaku ketentuan-ketentuan pasiti 29. (KUHPerd. 1646 dst.; KUHD 22, 26, 30.)<br />Pada pembubaran perseroan, para pesero yang tadinya mempunyai hak mengurus harus membereskan urusan-urusan bekas perseroan itu atas nama firma itu juga, kecuali bila dalam perjanjiannya ditentukan lain , atau seluruh pesero (tidak termasuk para pesero komanditer) mengangkat seorang pengurus lain dengan pemungutan suara seorang demi scorang dengan suara terbanyak. Jika pemungutan suara macet, raad van justitie mengambil keputusan sedemikian yang menurut pendapatnya paling layak untuk kepentingan perseroan yang dibubarkan itu. (KUHPerd. 1652; KUHD 17, 20, 22, 31, 56; Rv. 6-50, 99.)<br />Bila keadaan kas perseroan yang dibubarkan tidak mencukupi untuk membayar utang-utang yang telah dapat ditagih, maka mereka yang bertugas untuk membereskan keperluan itu dapat menagih uang yang seharusnya akan dimasukkan dalam perseroan oleh tiap-tiap pesero menurut bagiannya masing-masing (KUHD 18, 22.). Uang yang selama pemberesan dapat dikeluarkan dari kas perseroan, harus dibagikan sementara. (KUHD 33.)<br />Setelah pemberesan dan pembagian itu, bila tidak ada perjanjian yang menentukan lain, maka buku-buku dan surat-surat yang dulu menjadi milik perseroan yang dibubarkan itu tetap ada pada pesero yang terpilih dengan suara terbanyak atau yang ditunjuk oleh raad van justitie karena macetnya pemungutan suara, dengan tidak mengurangi kebebasan para pesero atau para penerima hak untuk melihatnya. (KUHPerd. 1801 dst., 1652, 1885; KUHD 12, 56.)Tidak ada orang sukses yang pemalashttp://www.blogger.com/profile/13846412452895436909noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5509201542918676280.post-83183844753653989422008-12-22T07:52:00.000-08:002008-12-22T07:54:52.650-08:00Undang-Undang Yayasan nomor 16 Tahun 2001UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001<br />TENTANG<br />Y A Y A S A N<br />DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA<br />PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,<br />Menimbang :<br />a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat, karena belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Yayasan; b. bahwa Yayasan di Indonesia telah berkembang pesat dengan berbagai kegiatan, maksud, dan tujuan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum agar Yayasan berfungsi sesuai dengan maksud dan tujuannya berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas kepada masyarakat, perlu membentuk Undang-undang tentang Yayasan;<br />Mengingat :<br />Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945;<br />Dengan persetujuan<br />DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA<br />MEMUTUSKAN :<br />Menetapkan :<br />UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN.<br />[sunting] BAB I<br />KETENTUAN UMUM<br />Pasal 1<br />Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :<br />1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota. 2. Pengadilan adalah Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Yayasan. 3. Kejaksaan adalah Kejaksaan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Yayasan. 4. Akuntan Publik adalah akuntan yang memiliki izin untuk menjalankan pekerjaan sebagai akuntan publik. 5. Hari adalah hari kerja. 6. Menteri adalah Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.<br />Pasal 2<br />Yayasan mempunyai organ yang terdiri atas Pembina, Pengurus, dan Pengawas .<br />Pasal 3<br />(1) Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha. (2) Yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada Pembina, Pengurus, dan Pengawas.<br />Pasal 4<br />Yayasan mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam Anggaran Dasar.<br />Pasal 5<br />Kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh Yayasan berdasarkan Undang-undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung kepada Pembina, Pengurus, Pengawas, karyawan, atau pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap Yayasan.<br />Pasal 6<br />Yayasan wajib membayar segala biaya atau ongkos yang dikeluarkan oleh organ Yayasan dalam rangka menjalankan tugas Yayasan.<br />Pasal 7<br />(1) Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan. (2) Yayasan dapat melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk usaha yang bersifat prospektif dengan ketentuan seluruh penyertaan tersebut paling banyak 25 % (dua puluh lima persen) dari seluruh nilai kekayaan Yayasan. (3) Anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan dilarang merangkap sebagai Anggota Direksi atau Pengurus dan Anggota Dewan Komisaris atau Pengawas dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2).<br />Pasal 8<br />Kegiatan usaha dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.<br />[sunting] BAB II<br />PENDIRIAN<br />Pasal 9<br />(1) Yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaan pendirinya, sebagai kekayaan awal. (2) Pendirian Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia. (3) Yayasan dapat didirikan berdasarkan surat wasiat. (4) Biaya pembuatan akta notaris sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. (5) Dalam hal Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didirikan oleh orang asing atau bersama-sama orang asing, mengenai syarat dan tata cara pendirian Yayasan tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah.<br />Pasal 10 (1) Dalam pembuatan akta pendirian Yayasan, pendiri dapat diwakili oleh orang lain berdasarkan surat kuasa. (2) Dalam hal pendirian Yayasan dilakukan berdasarkan surat wasiat, penerima wasiat bertindak mewakili pemberi wasiat. (3) Dalam hal surat wasiat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dilaksanakan, maka atas permintaan pihak yang berkepentingan, Pengadilan dapat memerintahkan ahli waris atau penerima wasiat yang bersangkutan untuk melaksanakan wasiat tersebut.<br />Pasal 11<br />(1) Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) memperoleh pengesahan dari Menteri. (2) Kewenangan Menteri dalam memberikan pengesahan akta pendirian Yayasan sebagai badan hukum dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atas nama Menteri, yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Yayasan. (3) Dalam memberikan pengesahan, Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat meminta pertimbangan dari instansi terkait.<br />Pasal 12 (1) Pengesahan akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) diajukan oleh pendiri atau kuasanya dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri. (2) Pengesahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap. (3) Dalam hal diperlukan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) pengesahan diberikan atau tidak diberikan dalam jangka waktu :<br />a. paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal jawaban permintaan pertimbangan diterima dari instansi terkait; atau b. setelah lewat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal jawaban permintaan pertimbangan kepada instansi terkait tidak diterima.<br />Pasal 13<br />(1) Dalam hal permohonan pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) ditolak, Menteri wajib memberitahukan secara tertulis disertai dengan alasannya, kepada pemohon mengenai penolakan pengesahan tersebut. (2) Alasan penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah bahwa permohonan yang diajukan tidak sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan/atau peraturan pelaksanaannya.<br />Pasal 14<br />(1) Akta pendirian memuat Anggaran Dasar dan keterangan lain yang dianggap perlu. (2) Anggaran Dasar Yayasan sekurang-kurangnya memuat :<br />a. nama dan tempat kedudukan; b. maksud dan tujuan serta kegiatan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut; c. jangka waktu pendirian; d. jumlah kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi pendiri dalam bentuk uang atau benda; e. cara memperoleh dan penggunaan kekayaan; f. tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas; g. hak dan kewajiban anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas; h. tata cara penyelenggaraan rapat organ Yayasan; i. ketentuan mengenai perubahan Anggaran Dasar; j. penggabungan dan pembubaran Yayasan; dan<br />k. Penggunaan kekayaan sisa likuidasi atau penyaluran kekayaan Yayasan setelah pembubaran.<br />(3) Keterangan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat sekurang-kurangnya nama, alamat, pekerjaan, tempat dan tanggal lahir, serta kewarganegaraan Pendiri, Pembina, Pengurus, dan Pengawas. (4) Jumlah minimum harta kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi Pendiri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf d ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.<br />Pasal 15<br />(1) Yayasan tidak boleh memakai nama yang :<br />a. telah dipakai secara sah oleh Yayasan lain; atau b. bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan.<br />(2) Nama Yayasan harus didahului dengan kata "Yayasan". (3) Dalam hal kekayaan Yayasan berasal dari wakaf, kata "wakaf" dapat ditambahkan setelah kata "Yayasan". (4) Ketentuan mengenai pemakaian nama Yayasan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.<br />Pasal 16<br />(1) Yayasan dapat didirikan untuk jangka waktu tertentu atau tidak tertentu yang diatur dalam Anggaran Dasar. (2) Dalam hal Yayasan didirikan untuk jangka waktu tertentu, Pengurus dapat mengajukan perpanjangan jangka waktu pendirian kepada Menteri paling lambat 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu pendirian Yayasan.<br />[sunting] BAB III<br />PERUBAHAN ANGGARAN DASAR<br />Pasal 17<br />Anggaran Dasar dapat diubah, kecuali mengenai maksud dan tujuan Yayasan.<br />Pasal 18<br />(1) Perubahan Anggaran Dasar hanya dapat dilaksanakan berdasarkan keputusan rapat Pembina. (2) Rapat Pembina sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan, apabila dihadiri oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota Pembina. (3) Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia.<br />Pasal 19<br />(1) Keputusan rapat Pembina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) ditetapkan berdasarkan musyawarah untuk mufakat. (2) Dalam hal keputusan rapat berdasarkan musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak tercapai, keputusan ditetapkan berdasarkan persetujuan paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari seluruh jumlah anggota Pembina yang hadir.<br />Pasal 20<br />(1) Dalam hal korum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) tidak tercapai, rapat Pembina yang kedua dapat diselenggarakan paling cepat 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal rapat Pembina yang pertama diselenggarakan. (2) Rapat Pembina yang kedua sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sah, apabila dihadiri oleh lebih dari 1/2 (satu per dua) dari seluruh anggota Pembina. (3) Keputusan rapat Pembina yang kedua sah, apabila diambil berdasarkan persetujuan suara terbanyak dari jumlah anggota Pembina yang hadir.<br />Pasal 21<br />(1) Perubahan Anggaran Dasar yang meliputi nama dan kegiatan Yayasan harus mendapat persetujuan Menteri. (2) Perubahan Anggaran Dasar mengenai hal lain cukup diberitahukan kepada Menteri.<br />Pasal 22<br />Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 12 secara mutatis mutandis berlaku juga bagi permohonan perubahan Anggaran Dasar, pemberian persetujuan, dan penolakan atas perubahan Anggaran Dasar.<br />Pasal 23<br />Perubahan Anggaran Dasar tidak dapat dilakukan pada saat Yayasan dinyatakan dalam keadaan pailit, kecuali atas persetujuan kurator.<br />[sunting] BAB IV<br />PENGUMUMAN<br />Pasal 24<br />(1) Akta pendirian Yayasan yang telah disahkan sebagai badan hukum atau perubahan Anggaran Dasar yang telah disetujui, wajib diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. (2) Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan permohonannya oleh Pengurus Yayasan atau kuasanya kepada Kantor Percetakan Negara Republik Indonesia dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian Yayasan yang disahkan atau perubahan Anggaran Dasar yang disetujui. (3) Ketentuan mengenai besarnya biaya pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.<br />Pasal 25<br />Selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 belum dilakukan, Pengurus Yayasan bertanggung jawab secara tanggung renteng atas seluruh kerugian Yayasan.<br />[sunting] BAB V<br />KEKAYAAN<br />Pasal 26<br />(1) Kekayaan Yayasan berasal dari sejumlah kekayaan yang dipisahkan dalam bentuk uang atau barang. (2) Selain kekayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kekayaan Yayasan dapat diperoleh dari :<br />a. sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat; b. wakaf; c. hibah; d. hibah wasiat; dan e. perolehan lain yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar Yayasan dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.<br />(3) Dalam hal kekayaan Yayasan berasal dari wakaf, maka berlaku ketentuan hukum perwakafan. (4) Kekayaan Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dipergunakan untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan.<br />Pasal 27 (1) Dalam hal-hal tertentu Negara dapat memberikan bantuan kepada Yayasan. (2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pemberian bantuan Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.<br />[sunting] BAB VI<br />ORGAN YAYASAN<br />Bagian Pertama Pembina<br />Pasal 28<br />(1) Pembina adalah organ Yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada Pengurus atau Pengawas oleh Undang-undang ini atau Anggaran Dasar. (2) Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :<br />a. keputusan mengenai perubahan Anggaran Dasar; b. pengangkatan dan pemberhentian anggota Pengurus dan anggota Pengawas; c. penetapan kebijakan umum Yayasan berdasarkan Anggaran Dasar Yayasan; d. pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan Yayasan; dan e. penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran Yayasan.<br />(3) Yang dapat diangkat menjadi anggota Pembina sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah orang perseorangan sebagai pendiri Yayasan dan/atau mereka yang berdasarkan keputusan rapat anggota Pembina dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan. (4) Dalam hal Yayasan karena se== bab apapun tidak lagi mempunyai == Pembina, paling lambat dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal kekosongan, anggota Pengurus dan anggota Pengawas wajib mengadakan rapat gabungan untuk mengangkat Pembina dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3). (5) Keputusan rapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai korum kehadiran dan korum keputusan untuk perubahan Anggaran Dasar sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan/atau Anggaran Dasar.<br />Pasal 29<br />Anggota Pembina tidak boleh merangkap sebagai anggota Pengurus dan/atau anggota Pengawas.<br />Pasal 30<br />(1) Pembina mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun. (2) Dalam rapat tahunan, Pembina melakukan evaluasi tentang kekayaan, hak dan kewajiban Yayasan tahun yang lampau sebagai dasar pertimbangan bagi perkiraan mengenai perkembangan Yayasan untuk tahun yang akan datang.<br />Bagian Kedua Pengurus<br />Pasal 31 (1) Pengurus adalah organ Yayasan yang melaksanakan kepengurusan Yayasan. (2) Yang dapat diangkat menjadi Pengurus adalah orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum. (3) Pengurus tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau Pengawas.<br />Pasal 32<br />(1) Pengurus Yayasan diangkat oleh Pembina berdasarkan keputusan rapat Pembina untuk jangka waktu selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. (2) Susunan Pengurus sekurang-kurangnya terdiri atas :<br />a. seorang ketua; b. seorang sekretaris; dan c. seorang bendahara.<br />(3) Dalam hal Pengurus sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) selama menjalankan tugas melakukan tindakan yang oleh Pembina dinilai merugikan Yayasan, maka berdasarkan keputusan rapat Pembina, Pengurus tersebut dapat diberhentikan sebelum masa kepengurusannya berakhir. (4) Ketentuan mengenai susunan dan tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengurus diatur dalam Anggaran Dasar.<br />Pasal 33<br />(1) Dalam hal terdapat penggantian Pengurus Yayasan, Pembina wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Menteri dan kepada instansi terkait. (2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal dilakukan penggantian Pengurus Yayasan.<br />Pasal 34<br />Dalam hal pengangkatan, pemberhentian dan penggantian Pengurus dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, atas permohonan yang berkepentingan atau atas permintaan Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum, Pengadilan dapat membatalkan pengangkatan, pemberhentian, atau penggantian tersebut paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan pembatalan diajukan.<br />Pasal 35<br />(1) Pengurus Yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Yayasan untuk kepentingan dan tujuan Yayasan serta berhak mewakili Yayasan baik di dalam maupun di luar Pengadilan. (2) Setiap Pengurus menjalankan tugas dengan itikad baik, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan Yayasan. (3) Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pengurus dapat mengangkat dan memberhentikan pelaksana kegiatan Yayasan. (4) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian pelaksana kegiatan Yayasan diatur dalam Anggaran Dasar Yayasan. (5) Setiap Pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, yang mengakibatkan kerugian Yayasan atau pihak ketiga.<br />Pasal 36<br />(1) Anggota Pengurus tidak berwenang mewakili Yayasan apabila :<br />a. terjadi perkara di depan pengadilan antara Yayasan dengan anggota Pengurus yang bersangkutan; atau b. anggota Pengurus yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan Yayasan.<br />(2) Dalam hal terdapat keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang berhak mewakili Yayasan ditetapkan dalam Anggaran Dasar.<br />Pasal 37<br />(1) Pengurus tidak berwenang :<br />a. mengikat Yayasan sebagai penjamin utang; b. mengalihkan kekayaan Yayasan kecuali dengan persetujuan Pembina; dan c. membebani kekayaan Yayasan untuk kepentingan pihak lain.<br />(2) Anggaran Dasar dapat membatasi kewenangan Pengurus dalam melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama Yayasan.<br />Pasal 38<br />(1) Pengurus dilarang mengadakan perjanjian dengan organisasi yang terafiliasi dengan Yayasan, Pembina, Pengurus, dan/atau Pengawas Yayasan, atau seseorang yang bekerja pada Yayasan. (2) Larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku dalam hal perjanjian tersebut bermanfaat bagi tercapainya maksud dan tujuan Yayasan.<br />Pasal 39<br />(1) Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Pengurus dan kekayaan Yayasan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap Anggota Pengurus secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut. (2) Anggota Pengurus yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (3) Anggota Pengurus yang dinyatakan bersalah dalam melakukan pengurusan Yayasan yang menyebabkan kerugian bagi Yayasan, masyarakat, atau Negara berdasarkan putusan pengadilan, maka dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum yang tetap, tidak dapat diangkat menjadi Pengurus Yayasan manapun.<br />Bagian Ketiga Pengawas<br />Pasal 40<br />(1) Pengawas adalah organ Yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada Pengurus dalam menjalankan kegiatan Yayasan. (2) Yayasan memiliki Pengawas sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Pengawas yang wewenang, tugas, dan tanggung jawabnya diatur dalam Anggaran Dasar. (3) Yang dapat diangkat menjadi Pengawas adalah orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum. (4) Pengawas tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau Pengurus.<br />Pasal 41<br />(1) Pengawas Yayasan diangkat dan sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan keputusan rapat Pembina. (2) Dalam hal pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengawas dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, atas permohonan yang berkepentingan umum, Pengadilan dapat membatalkan pengangkatan, pemberhentian atau penggantian tersebut.<br />Pasal 42<br />Pengawas wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan Yayasan.<br />Pasal 43<br />(1) Pengawas dapat memberhentikan sementara anggota Pengurus dengan menyebutkan alasannya. (2) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal pemberhentian sementara, wajib dilaporkan secara tertulis kepada Pembina. (3) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal laporan diterima, Pembina wajib memanggil anggota Pengurus yang bersangkutan untuk diberi kesempatan membela diri. (4) Dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal pembelaan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), Pembina wajib :<br />a. mencabut keputusan pemberhentian sementara; atau b. memberhentikan anggota Pengurus yang bersangkutan.<br />(5) Apabila Pembina tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4), pemberhentian sementara tersebut batal demi hukum.<br />Pasal 44<br />(1) Pengawas Yayasan diangkat oleh Pembina berdasarkan keputusan rapat Pembina untuk jangka waktu selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. (2) Ketentuan mengenai susunan, tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengawas diatur dalam Anggaran Dasar.<br />Pasal 45<br />(1) Dalam hal terdapat penggantian Pengawas Yayasan, Pembina wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Menteri dan kepada instansi terkait.<br />(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal dilakukan penggantian Pengawas Yayasan.<br />Pasal 46<br />Dalam hal pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengawas dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, atas permohonan yang berkepentingan atau atas permintaan Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum, Pengadilan dapat membatalkan pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengawas tersebut.<br />Pasal 47<br />(1) Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Pengawas dalam melakukan tugas pengawasan dan kekayaan Yayasan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, setiap anggota Pengawas secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut.<br />(2) Anggota Pengawas Yayasan yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian tersebut.<br />(3) Setiap anggota Pengawas yang dinyatakan bersalah dalam melakukan pengawasan Yayasan yang menyebabkan kerugian bagi Yayasan, masyarakat, dan/atau Negara berdasarkan putusan Pengadilan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap, tidak dapat diangkat menjadi Pengawas Yayasan manapun.<br />[sunting] BAB VII<br />LAPORAN TAHUNAN<br />Pasal 48<br />(1) Pengurus wajib membuat dan menyimpan catatan atau tulisan yang berisi keterangan mengenai hak dan kewajiban serta hal lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha Yayasan.<br />(2) Selain kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pengurus wajib membuat dan menyimpan dokumen keuangan Yayasan berupa bukti pembukuan dan data pendukung administrasi keuangan.<br />Pasal 49<br />(1) Dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) bulan terhitung sejak tanggal tahun buku Yayasan ditutup, Pengurus wajib menyusun laporan tahunan secara tertulis yang memuat sekurang-kurangnya :<br />a. laporan keadaan dan kegiatan Yayasan selama tahun buku yang lalu serta hasil yang telah dicapai; b. laporan keuangan yang terdiri atas laporan posisi keuangan pada akhir periode, laporan aktivitas, laporan arus kas, dan catatan laporan keuangan.<br />(2) Dalam hal Yayasan mengadakan transaksi dengan pihak lain yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi Yayasan, transaksi tersebut wajib dicantumkan dalam laporan tahunan.<br />Pasal 50<br />(1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ditandatangani oleh Pengurus dan Pengawas sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar.<br />(2) Dalam hal terdapat anggota Pengurus atau Pengawas tidak menandatangani laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka yang bersangkutan harus menyebutkan alasannya secara tertulis.<br />(3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disahkan oleh rapat Pembina.<br />Pasal 51<br />Dalam hal dokumen laporan tahunan ternyata tidak benar dan menyesatkan, maka Pengurus dan Pengawas secara tanggung renteng bertanggungjawab terhadap pihak yang dirugikan.<br />Pasal 52<br />(1) Ikhtisar laporan tahunan Yayasan diumumkan pada papan pengumuman di kantor Yayasan. (2) Ikhtisar laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib diumumkan dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia bagi Yayasan yang :<br />a. memperoleh bantuan Negara, bantuan luar negeri, atau pihak lain sebesar Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih; atau b. mempunyai kekayaan di luar harta wakaf sebesar Rp 20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) atau lebih.<br />(3) Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib diaudit oleh Akuntan Publik. (4) Hasil audit terhadap laporan tahunan Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) disampaikan kepada Pembina Yayasan yang bersangkutan dan tembusannya kepada Menteri dan instansi terkait. (5) Bentuk ikhtisar laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku.<br />[sunting] BAB VIII<br />PEMERIKSAAN TERHADAP YAYASAN<br />Pasal 53<br />(1) Pemeriksaan terhadap Yayasan untuk mendapatkan data atau keterangan dapat dilakukan dalam hal terdapat dugaan bahwa organ Yayasan :<br />a. melakukan perbuatan melawan hukum atau bertentangan dengan Anggaran Dasar; b. lalai dalam melaksanakan tugasnya; c. melakukan perbuatan yang merugikan Yayasan atau pihak ketiga; atau d. melakukan perbuatan yang merugikan Negara.<br />(2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c hanya dapat dilakukan berdasarkan penetapan Pengadilan atas permohonan tertulis pihak ketiga yang berkepentingan disertai alasan. (3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d dapat dilakukan berdasarkan penetapan Pengadilan atas permintaan Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum.<br />Pasal 54<br />(1) Pengadilan dapat menolak atau mengabulkan permohonan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2). (2) Dalam hal Pengadilan mengabulkan permohonan pemeriksaan terhadap Yayasan, Pengadilan mengeluarkan penetapan bagi pemeriksaan dan mengangkat paling banyak 3 (tiga) orang ahli sebagai pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan. (3) Pembina, Pengurus, dan Pengawas serta pelaksana kegiatan atau karyawan Yayasan tidak dapat diangkat menjadi pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).<br />Pasal 55<br />(1) Pemeriksa berwenang memeriksa semua dokumen dan kekayaan Yayasan untuk kepentingan pemeriksaan. (2) Pembina, Pengurus, Pengawas, dan pelaksana kegiatan serta karyawan Yayasan, wajib memberikan keterangan yang diperlukan untuk pelaksanaan pemeriksaan. (3) Pemeriksa dilarang mengumumkan atau memberitahukan hasil pemeriksaannya kepada pihak lain.<br />Pasal 56<br />(1) Pemeriksa wajib menyampaikan laporan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan kepada Ketua Pengadilan di tempat kedudukan Yayasan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pemeriksaan selesai dilakukan. (2) Ketua Pengadilan memberikan salinan laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada pemohon atau Kejaksaan dan Yayasan yang bersangkutan.<br />[sunting] BAB IX<br />PENGGABUNGAN<br />Pasal 57<br />(1) Perbuatan hukum penggabungan Yayasan dapat dilakukan dengan menggabungkan 1 (satu) atau lebih Yayasan dengan Yayasan lain, dan mengakibatkan Yayasan yang menggabungkan diri menjadi bubar. (2) Penggabungan Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan dengan memperhatikan :<br />a. ketidakmampuan Yayasan melaksanakan kegiatan usaha tanpa dukungan Yayasan lain; b. Yayasan yang menerima penggabungan dan yang bergabung kegiatannya sejenis; atau c. Yayasan yang menggabungkan diri tidak pernah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Anggaran Dasarnya, ketertiban umum, dan kesusilaan.<br />(3) Usul penggabungan Yayasan dapat disampaikan oleh Pengurus kepada Pembina. (4) Penggabungan Yayasan hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan rapat Pembina yang dihadiri oleh paling sedikit 3/4 (tiga per empat) dari jumlah anggota Pembina dan disetujui paling sedikit oleh 3/4 (tiga per empat) dari jumlah anggota Pembina yang hadir.<br />Pasal 58<br />(1) Pengurus dari masing-masing Yayasan yang akan menggabungkan diri dan yang akan menerima penggabungan menyusun usul rencana penggabungan. (2) Usul rencana penggabungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam rancangan akta penggabungan oleh Pengurus dari Yayasan yang akan menggabungkan diri dan yang akan menerima penggabungan.<br />Pasal 59<br />Pengurus Yayasan hasil penggabungan wajib mengumumkan hasil penggabungan dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penggabungan selesai dilakukan.<br />Pasal 60<br />(1) Rancangan akta penggabungan Yayasan dan akta perubahan Anggaran Dasar Yayasan yang menerima penggabungan wajib disampaikan kepada Menteri untuk memperoleh persetujuan. (2) Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima.<br />(3) Dalam hal permohonan ditolak, maka penolakan tersebut harus diberitahukan kepada pemohon secara tertulis disertai alasannya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).<br />Pasal 61<br />Ketentuan mengenai tata cara penggabungan Yayasan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.<br />[sunting] BAB X<br />PEMBUBARAN<br />Pasal 62<br />Yayasan bubar karena :<br />a. jangka waktu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar berakhir; b. tujuan Yayasan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah tercapai atau tidak tercapai; c. putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan alasan :<br />1) Yayasan melanggar ketertiban umum dan kesusilaan; 2) tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit; atau 3) harta kekayaan Yayasan tidak cukup untuk melunasi utangnya setelah pernyataan pailit dicabut.<br />Pasal 63<br />(1) Dalam hal Yayasan bubar karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf a dan huruf b, Pembina menunjuk likuidator untuk membereskan kekayaan Yayasan. (2) Dalam hal tidak ditunjuk likuidator, Pengurus bertindak selaku likuidator.<br />(3) Dalam hal Yayasan bubar, Yayasan tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali untuk membereskan kekayaannya dalam proses likuidasi. (4) Dalam hal Yayasan sedang dalam proses likuidasi, untuk semua surat keluar, dicantumkan frasa "dalam likuidasi" di belakang nama Yayasan.<br />Pasal 64<br />(1) Dalam hal Yayasan bubar karena putusan Pengadilan, maka Pengadilan juga menunjuk likuidator. (2) Dalam hal pembubaran Yayasan karena pailit, berlaku peraturan perundang-undangan di bidang Kepailitan. (3) Ketentuan mengenai penunjukan, pengangkatan, pemberhentian sementara, pemberhentian, wewenang, kewajiban, tugas dan tanggung jawab, serta pengawasan terhadap Pengurus, berlaku juga bagi likuidator.<br />Pasal 65<br />Likuidator atau kurator yang ditunjuk untuk melakukan pemberesan kekayaan Yayasan yang bubar atau dibubarkan, paling lambat 5 (lima) hari terhitung sejak tanggal penunjukan wajib mengumumkan pembubaran Yayasan dan proses likuidasinya dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia.<br />Pasal 66<br />Likuidator atau kurator dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal proses likuidasi berakhir, wajib mengumumkan hasil likuidasi dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia.<br />Pasal 67<br />(1) Likuidator atau kurator dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal proses likuidasi berakhir wajib melaporkan pembubaran Yayasan kepada Pembina. (2) Dalam hal laporan mengenai pembubaran Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan pengumuman hasil likuidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 tidak dilakukan, bubarnya Yayasan tidak berlaku bagi pihak ketiga.<br />Pasal 68<br />(1) Kekayaan sisa hasil likuidasi diserahkan kepada Yayasan lain yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama dengan Yayasan yang bubar. (2) Dalam hal sisa hasil likuidasi tidak diserahkan kepada Yayasan lain yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sisa kekayaan tersebut diserahkan kepada Negara dan penggunaannya dilakukan sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan tersebut.<br />[sunting] BAB XI<br />YAYASAN ASING<br />Pasal 69<br />(1) Yayasan asing yang tidak berbadan hukum Indonesia dapat melakukan kegiatannya di wilayah Negara Republik Indonesia, jika kegiatan Yayasan tersebut tidak merugikan masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia. (2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara Yayasan asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.<br />[sunting] BAB XII<br />KETENTUAN PIDANA<br />Pasal 70<br />(1) Setiap anggota organ Yayasan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. (2) Selain pidana penjara, anggota organ yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) juga dikenakan pidana tambahan berupa kewajiban mengembalikan uang, barang, atau kekayaan yayasan yang dialihkan atau dibagikan.<br />[sunting] BAB XIII<br />KETENTUAN PERALIHAN<br />Pasal 71<br />(1) Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Yayasan yang telah :<br />a. didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia; atau b. didaftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai izin melakukan kegiatan dari instansi terkait;<br />tetap diakui sebagai badan hukum, dengan ketentuan dalam waktu paling lambat 5 (lima) tahun sejak mulai berlakunya Undang-undang ini Yayasan tersebut wajib menyesuaikan Anggaran Dasarnya dengan ketentuan Undang-undang ini.<br />(2) Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib diberitahukan kepada Menteri paling lambat 1 (satu) tahun setelah pelaksanaan penyesuaian. (3) Yayasan yang tidak menyesuaikan Anggaran Dasarnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibubarkan berdasarkan putusan Pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.<br />[sunting] BAB XIV<br />KETENTUAN PENUTUP<br />Pasal 72<br />(1) Yayasan yang sebagian kekayaannya berasal dari bantuan Negara, bantuan luar negeri, dan/atau sumbangan masyarakat yang diperolehnya sebagai akibat berlakunya suatu peraturan perundang-undangan wajib mengumumkan ikhtisar laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) yang mencakup kekayaannya selama 10 (sepuluh) tahun sebelum Undang-undang ini diundangkan. (2) Pengumuman ikhtisar laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak menghapus hak dari pihak yang berwajib untuk melakukan pemeriksaan, penyidikan dan penuntutan apabila ada dugaan terjadi pelanggaran hukum.<br />Pasal 73<br />Undang-undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan.<br />Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.<br />Disahkan di Jakarta pada tanggal 6 Agustus 2001 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. MEGAWATI SOEKARNOPUTRI<br />Diundangkan di Jakarta pada tanggal 6 Agustus 2001 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd. MUHAMMAD MAFTUH BASYUNI<br />LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2001 NOMOR 112 Salinan sesuai dengan aslinya Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum dan Perundang-undangan,<br />Lambock V. Nahattands Penjelasan<br />Diperoleh dari "http://id.wikisource.org/wiki/Undang-Undang_Republik_Indonesia_Nomor_16_Tahun_2001"<br />Kategori: Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2001<br />Tampilan<br />• Halaman<br />• Pembicaraan<br />• Sunting<br />• Versi terdahulu<br />Peralatan pribadi<br />• Masuk log / buat akun<br /><br /> Navigasi<br />• Halaman Utama<br />• Perubahan terbaru<br />• Halaman sembarang<br />• Bantuan<br />• Menyumbang<br />• Warung kopi<br />PencarianTidak ada orang sukses yang pemalashttp://www.blogger.com/profile/13846412452895436909noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5509201542918676280.post-61833656062942010952008-12-22T07:50:00.000-08:002008-12-22T07:51:06.567-08:00Perjanjian KawinRESUME TENTANG PERJANJIAN KAWIN<br />MATA KULIAH HUKUM KELUARGA DAN KEKAYAAN PERKAWINAN<br /><br />Sebelum berlakunya Undang-undang nomor: 1 Tahun 1974, Perjanjian Kawin diatur dalam pasal 119 BW/KUHPerdata. Dimana Kedua Undang-undang ini mempunyai pendekatan asas yang berbeda mengenai harta dalam perkawinan.<br />Menurut KUHPDT mengatur “azas percampuran bulat” sebagaimana dinyatakan dalam pasal 119 KUHPDT, yang berarti bahwa kekayaan suami istri yang dibawanya ke dalam perkawinan itu dicampur menjadi satu menjadi harta persatuan, harta kekayaan mereka bersama. Berdasarkan pasal 119 BW dan pasal 29 UUP No.1 Tahun 1974 kedua asas itu bisa dilakukan penyimpangan, dengan membuat Perjanjian Kawin. Perjanjian Kawin harus dibuat dengan suatu akta notaris sebelum waktu dilangsungkannya perkawinan, untuk kemudian didaftarkan ke Pengadilan negeri setempat.<br />Ketentuan Pasal 139 KUHPDT menyatakan bahwa:<br />“ Para calon suami isteri dengan peranjian kawin dapat menyimpang dan peraturan undang-undang mengenai harta bersama asalkan hal itu tidak bertentangan dengan tata susila yang baik atau dengan tata tertib umum”<br />Ketentuan Pasal 140 KUHPDT menyatakan bahwa:<br />Perjanjian itu tidak boleh mengurangi hak-hak yang bersumber pada kekuasaan si suami sebagai suami, dan pada kekuasaan sebagai bapak, tidak pula hak-hak yang oleh undang-undang dibenikan kepada yang masih hidup paling lama.<br />Demikian pula perjanjian itu tidak boleh mengurangi hak-hak yang diperuntukkan bagi si suami sebagai kepala persatuan suami isteri; namun hal tersebut tidak mengurangi wewenang isteri untuk mensyaratkañ bagi dirinya pengurusan harta kekayaan pribadi, baik barang-barang bergerak maupun barang-barang tak bergerak di samping penikmatan penghasilannya pnbadi secara bebas.<br />Mereka juga berhak untuk membuat perjanjian, bahwa meskipun ada golongan harta bersama, barang-barang tetap, surat-surat pendaftaran dalam buku besar pinjamanpinjaman negara, surat-surat berharga lainnya dan piutang-piutang yang diperoleh atas nama isteri, atau yang selama perkawinan dan pihak isteri jatuh ke dalam harta bersama, tidak boleh dipindahtangankan atau dibebani oleh suaminya tanpa persetujuan si isteri.<br />Adapun Syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan dalam pembuatan Perjanjian Kawin adalah: <br />PISAH HARTA<br />Antara suami isteri tidak akan ada persekutuan harta benda dengan nama atau sebutan apapun juga, baik per-sekutuan harta benda menurut hukum atau persekutuan untung dan rugi maupun persekutuan hasil dan pendapatan. <br />H A R T A<br />Semua harta benda yang bersifat apapun yang dibawa oleh para pihak dalam perkawinan, atau yang diperoleh-nya selama perkawinan karena pembelian, warisan, hibah dan atau dengan cara apapun juga tetap menjadi milik dari para pihak yang membawa dan atau yang memper-olehnya.<br />BUKTI PEMILIKAN<br />1. Barang-barang bergerak yang oleh para pihak didapat dari dan oleh sebab apapun juga sesudah perkawinan dilang-sungkan, wajib dibuktikan dengan bukti pemilikan dengan tidak mengurangi hak pihak kedua, untuk membuktikan adanya barang-barang atau harganya, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 166 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.<br />2. Barang-barang tidak bergerak, yang tidak dapat dibuk¬tikan dengan bukti pemilikan atau surat-surat lainnya oleh salah satu pihak, dianggap sebagai kepunyaan para pihak, masing-masing untuk 1/2 (setengah) bagian yang sama besar<br />Perjanjian Kawin mulai efektif berlaku bagi pasangan suami istri setelah dilangsungkannya perkawinan, sedangkan untuk pihak ketiga baru berlaku mulai hari pendaftannya di Pengadilan Negeri dan tidak bias dirubah selama perkawinan berlangsung.<br />HARUS DIIKUTI DENGAN PERKAWINAN. Perjanjian Kawin tidak akan berlaku jika tidak diikuti dengan perkawinan (154 BW). <br />KECAKAPAN MEMBUAT PERJANJIAN KAWIN. Yang dapat membut Perjanjian Kawin adalah mereka yang mempunyai syarat untuk menikah pada waktu perjanjian itu dibuat (pasal 7 UU 1/1974: pria 19 tahun, wanita 16 tahun) dan yang berada di bawah pengampuan harus dibantu oleh mereka yang diperlukan ijinnya untuk melangsungkan pernikahan (151 dan 151 BW).<br />ISI PERJANJIAN KAWIN. Isi Perjanjian Kawin terserah kepada dua belah pihak, asal saja tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan, dan selain itu juga tidak boleh menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam pasal 140, 142 dan 143 BW. Isi dari Perjanjian Kawin yang dilarang adalah: <br />1. Mengurangi hak suami baik sebagai suami maupun sebagai kepala (persatuan) <br />rumah tangga. (140.1 BW) <br />2. Menyimpang dari hak-hak yang timbul dari kekuasaan sebagai orang tua <br />(140.1 BW). <br />3. Mengurangi hak-hak yang diperlukan UU kepada yang hidup terlama (140.1 <br /> BW). <br />4. Melepaskan haknya sebagai ahliwaris menurut hukum dalam warisan anak-<br /> anaknya atau keturunannya (141). <br />5. Menetapkan bahwa salah satu pihak menanggung hutang lebih banyak dari <br /> pada bagiannya dalam keuntungan (142 BW). (Bila hal ini dilanggar maka <br /> apa yang diperjanjikan itu dinggap sebagai tidak tertulis, sehingga masing-<br /> masing akan menerima ½ bagian dari keuntungan dan memikul ½ bagian <br /> dari kerugian). <br />KEKUASAAN SUAMI. Suami adalah kepala persatuan rumah tangga dan mengemudikan urusan harta kekayaan milik pribadi istrinya (pasal 105 BW). Tanpa adanya Perjanjian Kawin, maka terjadilah persekutuan harta antara suami-istri, dengan suami memegang kekuasaan sebagai suami dan sebagai kepala persekutuan rumah tangga. Meskipun demikian, dan kendati dikehendaki adanya persatuan harta, dengan suatu Perjanjian Kawin dapat diadakan penyimpangan untuk “mengurangi” kekuasaan suami tersebut, sehingga istri dalam hal harta benda perkawinan mempunyai lebih besar kekuasaan/ kebebasan. <br />Dalam hal tersebut dapat diadakan 2 penyimpangan: <br />1. Pasal 140 ayat 2 BW. Yaitu dapat diperjanjikan bahwa si istri akan tetap <br />mengurus harta bendanya sendiri baik bergerak maupun tidak bergerak, dan <br /> menikmati sendiri segala pendapatan pribadinya. (d.h.i : hanya tindakan <br /> pengurusan, bukan tindakan pemilikan). <br />2. Pasal 140 ayat 3 BW. Yaitu bahwa barang-barang tidak bergerak, surat <br /> berharga serta piutang atas nama yang tercatat atas nama istri, baik yang <br /> dibawa pada waktu perkawinan maupun yang dimasukkannya selama <br /> perkawinan, tidak boleh dibebani atau dipindah tangankan oleh suami <br />tanpa sepengetahuan istri.<br /><br />BEBERAPA MACAM PERJANJIAN KAWIN: <br />A. Dimana tidak terdapat persekutuan harta benda menurut UU: <br />PERJANJIAN KAWIN DI LUAR PERSEKUTUAN HARTA BENDA.Disini, antara suami istri diperjanjikan tidak adanya persekutuan harta benda sama sekali. Jadi bukan hanya tidak ada persekutuan harta benda munurut UU, tapi juga persekutuan Untung dan Rugi, Persekutuan hasil dan pendapatan serta percampuran apapun dengan tegas ditiadakan. PERJANJIAN KAWIN PERSEKUTUAN HASIL DAN PENDAPATAN (164 BW).Disini, hanya diperjanjikan adanya persekutuan hasil dan pendapat saja, sedangkan persekutuan harta menurut UU tidak ada, hanya untung yang dibagi, kalau rugi, istri hanya turut memikul hingga bagiannya dalam keuntungan, terhadap kerugian selebihnya, istri tidak dapat dituntut. PERJANJIAN KAWIN PERSEKUTUAN UNTUNG DAN RUGI (155 BW).Juga di sini, hanya diperjanjikan adanya persekutuan untung dan rugi saja, sedangkan persekutuan menurut UU tidak ada. Jika dalam Perjanjian Kawin disebut “Di luar Persekutuan Harta” titik maka itu ada persekutuan untung dan rugi. Jika bila dikehendaki juga tidak adanya persekutuan untung dan rugi, maka harus dengan tegas hal itu disebutkan (dalam pasal 1-nya). PERJANJIAN KAWIN DI LUAR PERSEKUTUAN HARTA BENDA.Pasal 139 BW, pasal 29 KUP. Dalam Perjanjian Kawin tidaklah cukup kalau hanya disebut “Perjanjian Kawin di luar Persekutuan” saja, tetapi harus juga dengan tegas disebut tidak ada persekutuan untung dan rugi, jika memang itu dikehendaki.Jika tidak disebut begitu, maka berarti ada persekutuan untung dan rugi (pasal 144 BW).<br />Dalam Perjanjian Kawin dengan modal ini maka: <br />1. Tidak ada Persekutuan dalam bentuk apapun juga. <br />2. Harta masing-masing tetap milik masing-masing.<br />3. Istri berhak mengurus hartanya sendiri serta bebas memungut hasilnya, tidak perlu <br /> bantuan suaminya.<br />4. Hutang masing-masing juga menjadi tanggungan masing-masing.<br />5. Biaya rumah tangga dan lain-lain menjadi tanggungan suami.<br />6. Perabot rumah tangga dan lain-lain milik pihak istri.<br />7. Pakaian, perhiasan, buku, perkakas dan alat-alat yang berkenaan dengan <br /> pendidikan/ pekerjaan masing-masing adalah milik pihak yang dianggap <br /> menggunakan barang itu.<br />8. Barang bergerak lain yang karena hibah, warisan atau jalan lain selama <br /> perkawinan jatuh pada salah satu pihak, harus dapat dibuktikan asal usulnya. <br />B. Dimana ada persekutuan harta benda menurut UU, tetapi (oleh istri) dikehendaki <br /> adanya penyimpangan. <br />a. Perjanjian Kawin dengan diperjanjikan pasal 140 ayat 2 BW.<br />Perjanjian Kawin dengan diperjanjikan pasal 140 ayat 3 BW.Tidak ada orang sukses yang pemalashttp://www.blogger.com/profile/13846412452895436909noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5509201542918676280.post-26489581386617052022008-12-22T07:42:00.000-08:002008-12-22T07:48:26.437-08:00Pendirian Yayasan Dan KoperasiRESUME TENTANG YAYASAN DAN KOPERASI<br /><br />YAYASAN<br />Berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan<br />1. Pengertian<br />Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu dibidang social, keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota<br />2. Prosedur pendirian Yayasan:<br />o didirikan oleh satu orang atau lebih<br />o Pendiri memisahkan antara kekayaan pribadinya dan yayasan<br />o Membentuk struktur kepengurusan yayasan, antara lain ketua, sekretaris dan bendahara untuk jangka waktu kepengurusan selama lima tahun<br />o Membentuk pengawas (minimum satu orang) yang merupakan orang yang berbeda dengan pendiri dan pengurus)<br />o Menyusun program kerja yayasan, yang ditandatangani oleh ketua, sekretaris dan bendahara<br />o Menyusun maksud dan tujuan yayasan serta memilih antara social, kemanusiaan dan keagamaan<br />o Menyiapkan beberapa nama dan mengecek secara manual ketersediannya di departemen hukum dan ham dengan lama proses selama satu bulan<br />o Mengajukan semua persyaratan diatas ke notaries untuk dibuat dalam bentuk akta notaries yang kemudian diajukan pengesahan kepada menteri kehakiman dan hak asasi manusia, serta diumumkan dalam bertia negara republic indonesia<br />o Biaya pembuatan akta pendirian dan/atau akta perubahan anggaran dasar yayasan ditetapkan berdasarkan nilai ekonomis dan sosiologis.<br />o Surat keterangan domisili dari kelurahan/kecamatan setempat<br />o Nomor pokok wajib pajak atas nama yayasan<br />o Mengurus izin dari dinas terkait (dinas social dan departemen agama) merupakan pelengkap, jika diperlukan untuk melaksanakan kegiatan social dan keagamaan<br />3. Organ Yayasan<br />Organ yayasan terdiri dari 3 bagian:<br />a. Pembina<br />Pembina adalah organ Yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak <br />Diserahkan kepada Pengurus atau Pengawas oleh Undang-undang ini atau <br />Anggaran Dasar.<br />Adapun kewenangan Pembina adalah dalam hal:<br />a. keputusan mengenai perubahan Anggaran Dasar;<br />b. pengangkatan dan pemberhentian anggota Pengurus dan anggota Pengawas;<br />c. penetapan kebijakan umum Yayasan berdasarkan Anggaran Dasar Yayasan;<br />d. pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan Yayasan; dan<br />e. penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran Yayasan.<br />b. Pengurus<br />Pengurus adalah organ Yayasan yang melaksanakan kepengurusan Yayasan.<br />Pengurus Yayasan diangkat oleh Pembina berdasarkan keputusan rapat Pembina untuk jangka waktu selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.<br />Susunan Pengurus sekurang-kurangnya terdiri atas :<br />a. seorang ketua;<br />b. seorang sekretaris; dan<br />c. seorang bendahara.<br />c. Pengawas<br />Pengawas adalah organ Yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada Pengurus dalam menjalankan kegiatan Yayasan.<br />Yayasan memiliki Pengawas sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Pengawas yang<br />wewenang, tugas, dan tanggung jawabnya diatur dalam Anggaran Dasar.<br />Yang dapat diangkat menjadi Pengawas adalah orang perseorangan yang mampu<br />melakukan perbuatan hukum.<br />Pengawas tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau Pengurus.<br />4. PEMBUBARAN<br />Yayasan bubar karena:<br />a. jangka waktu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar berakhir;<br />b. tujuan Yayasan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah tercapai atau tidak <br /> tercapai;<br />c. putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan <br /> alasan:<br />1) Yayasan melanggar ketertiban umum dan kesusilaan;<br />2) tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit; atau<br />3) harta kekayaan Yayasan tidak cukup untuk melunasi utangnya setelah <br /> pernyataan pailit dicabut.<br /><br />KOPERASI<br />Berdasarkan Undang-undang nomor: 25 Tahun 1992 Tentang Koperasi<br />Koperasi adalah merupakan singkatan dari kata ko / co dan operasi / operation. Koperasi adalah suatu kumpulan orang-orang untuk bekerja sama demi kesejahteraan bersama. Berdasarkan undang-undang nomor 12 tahun 1967, koperasi indonesia adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial dan beranggotakan orang-orang, badan-badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan<br />Pengertian <br />Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.<br />Prinsip Koperasi <br />Seluruh Koperasi di Indonesia wajib menerapkan dan melaksanakan prinsip prinsip koperasi, sebagai berikut:<br />• keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka; <br />• pengelolaan dilakukan secara demokratis; <br />• pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota; <br />• pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal; <br />• kemandirian; <br />• pendidikan perkoperasian; <br />Syarat-syarat Pendirian<br />Syarat utama mendirikan sebuah koperasi hanya memerlukan calon pendiri sebanyak minimal 20 orang ; dari dua puluh orang tersebut kemudian dapat menjadi anggota semua, dan di antara mereka dapat dipilih menjadi anggota pengururs, maupun anggota pengawas. Setelah terpenuhi jumlah anggota minimal dan kesemua anggota telah memahami betul mengenai : tujuan, hubungan hukum dan aturan main dalam koperasi yang hendak merea dirikan tersebut, maka proses selanjutnya adalah menuangkan kesepakatan bersama tersebut ke dalam Anggaran Dasar; yang berbentuk akta pendirian koperasi. Di dalam Anggaran Dasar tersebut, para pendiri wajib memuat dan menyatakan sekurang-kurangnya hal-hal sebagai berikut :<br />1. Daftar nama pendiri<br />2. Nama dan tempat kedudukan koperasi<br />3. Maksud dan tujuan serta bidang usaha<br />4. ketentuan mengenai keanggotaan<br />5. ketentuan mengenai rapat anggota<br />6. ketentuan mengenai pengelolaan<br />7. ketentuan mengenai permodalan<br />8. ketentuan mengenai jangka watu berdirinya<br />9. ketentuan mengenai pembagian sisa hasil usaha<br />10. ketentuan mengenai sanksi<br />4. Pembubaran Koperasi<br />Menteri dapat membubarkan koperasi apabila: <br />a. koperasi tidak memenuhi ketentuan dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, dan atau tidak melaksanakan ketentuan dalam Anggaran Dasar koperasi yang bersangkutan; atau <br />b. Kegiatan koperasi bertentangan dengan ketertiban umum dan atau kesusilaan yang dinyatakan berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti; atau <br />c. koperasi dinyatakan pailit berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti; atau <br />d. koperasi tidak melakukan kegiatan usahanya secara nyata selama dua tahun berturut-turut terhitung sejak tanggal pengesahan Akta Pendirian koperasi. <br />(2) Keputusan pembubaran koperasi berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Huruf a harus menguraikan secara jelas ketentuan yang menjadi alas an pembubaran.Tidak ada orang sukses yang pemalashttp://www.blogger.com/profile/13846412452895436909noreply@blogger.com0